Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

BELAJAR MANDIRI DAN PARADIGMA KONSTRUKTIVISME



BELAJAR MANDIRI DAN  PARADIGMA KONSTRUKTIVISME
Oleh : Derit Vikiyono, Zen Ahmad Yusuf dan Hamda Kharisma Putra 

 
BAB I
PENDAHULUAN

Belajar adalah salah satu point penting dalam pendidikan, karena belajar merupakan proses penerimaan informasi dan pencarian informasi yang dilakaukan secara sistematis. Saat ini sebagian besar pelajar cenderung tidak menyadari baha belajar itu penting, sehingga yang terjadi adalah banyak pelajar yang mencotek saat ujian. Paradigma ini harus dirubah karena dapat menumpulkan pola pikir peserta didik, maka dari hal ini perlu ditumbuhkan semangat belajar mandiri.
Menurut Sutarno (2014), belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi untuk mengatasi suatu masalah dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Dari definisi tersebut, belajar mandiri terdapat beberapa point penting, yaitu:
1.    Kegiatan belajar aktif,
2.    Didorong oleh niat atau motif,
3.    Bertujuan untuk menguasai kompetensi,
4.    Untuk mengatasi suatu masalah,
5.    Dibangun dengan bekal pengetahuan yang telah dimiliki.
Dari kelima point diatas dapat kita amati, nampak hampir sama seperti paradigma konstruktivisme. Apakah benar demikian? Maka dari itu dalam makalah ini akan dijabarkan lebih mendalam apa itu belajar mandiri? Apa itu paradigma konstruktifisme?.

BAB II PEMBAHASAN
A.           Belajar Mandiri
Belajar Mandiri adalah  kegiatan belajar aktif, yang  didorong oleh niat atau motif untuk menguasai sesuatu kompetensi guna mengatasi sesuatu masalah, dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Penjelasan tentang batasan BM: Beberapa penjelasan terkait dengan batasan BM  yang telah dikemukakan di atas' adalah sebagai berikut.
Penjelasan:
1.    Kegiatan belajar aktif merupakan kegiatan belajar yang memiliki eiri  keaktifan pembelajar, persistensi, keterarahan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan.
2.    Motif, atau niat, untuk menguasai sesuatu kompetensi adalah kekuatan   pendorong kegiatan belajar secara intensif, persisten, terarah dan kreatif.
3.    Kompetensi adalah pengetahuan, atau keterampilan, yang dapat  digunakan untuk memecahkan masalah.
4.    Dengan pengetahuan yang telah dimiliki pembelajar mengolah informasi          yang diperoleh dari sumber belajar, sehingga menjadi  pengetahuan ataupun keterampilan baru yang dibutuh-kannya.
5.    Dalam status pelatihan dalam sistern       pendidikan formal-tradtslonat     tujuan  belajar, khususnva      tujuan-rujuan-antara hingga evaluasi hasil belajar, ditetapkan sendiri oleh pern-belajar, tujuan-akhir belajar dari seuap unit penugasan dapat ditetapkan oleh guru.
Dari batasan BM dapat diperoleh gambaran, bahwa seseorang yang sedang menjalankan kegiatan belajar rnandiri lebih ditandai, dan ditentukan, oleh motif  yang mendorongnya belajar. Bukan olch kenarnpakan fisik kcgiatan belajarnya. Pembelajar tersebut secara fisik bisa sedang belajar sendirian, belajar kelompok   dengan kawan- kawannya, atau bahkan sedang dalam situasi belajar klasikal dalam kelas tradisional. Akan tetapi, bila motif yang mendorong kegiatan belajarnya adalah motif untuk menguasal sesuatu kompetensi yang ia Inginkan, maka ia sedang menjalankan belajar mandirl. Belajar mandlri jenis ini dapat pula disebut sebagai Sell-motivated Learning.
Sebagalmana telah dikemukakan dalarn batasan/definisi, kriteria utama yang digunakan untuk BM adalah adanya niat. Niat memang sulit diukur. Tetapi  dapat ditetapkan indikator-indikator behavioral untuk mengukur niat. Indikator adanya niat untuk belajar (sekaligus merupakan indikator BM) adalah sebagai berikut:
Persistence: Kegiatan belajar yang dilakukan merupakan kegiatan belajar yang lama, terus menerus, tidak sering berhenti.
Consistence: Kegiatannya 'ajeg', berdisiplin, tidak malas-malasan.
Systematic: Kegiatannya selalu terreneana karena berorlentasi kepada  penguasaan sesuatu kompetensi.
Gool orientetiness: Kegiatan belajarnya fokus, dengan continuing evalvorion untuk mengukur pencapaian tujuan.
Innovative:   Selalu berusaha mencari jalan keluar bila menghadapi masalah, termasuk jalan keluar baru yang sebelumnya belum pernah dilakukan.
 Folldw'lJp  clarity: Tindak lanjut darl kegiatannya selalu jelas. Ini terkait dengan eiri consistence di atas,
Learning lor Ii!e: Kegiatan belajar dilakukan setiap saat di  sepanjang hidup, untuk bisa benahan hidup atau mengembangkan kehidupannya.
Itu antara lain ciri-ciri kegiatan belajar yang didorong oleh niat untuk menguasai sesuatu kompetensi.
Model-model yang berada di bawah payung besar Belajar Aktif yang sekaligus dapat dianggap sebagai Model BM di  antaranya  adalah: (i) Problem-based Learning; (ii) model Independent Learning; (vi) Quantum Learning; (iii)   Progressive Leorning, atau Pendekatan Ketrampilan Proses; (iv) model  PAMONG, (v) model  jigsaw;  (vi) model Quantum Learning; (vii) model    Pembelajaran Tradisional Diperkaya; yang kesemuanya bisa masuk jenis  pendidikan formal; serta  (viii) model Manajemen Pelatihan berbasis BM, pada jenis pendidikan  non-formal. Kesemuanya menggunakan Motivasi Belajar sebagai prasyarat bagi berlangsungnya kegialan pembelajaran secara efektif. Kesemuanya menerapkan paradigma Konslruktivisme, prinsip Belajar Aktif, dan kesemuanya  menetapkan penguasaan sesuatu Kompetensi sebagai tujuan pembelajaran. Untuk dapat menjalankan model-model pembelajaran yang bertujuan   meningkatkan motivasi belajar, guru pada khususnya dan pendidik pada  umumnya,  perlu menguasai dua tataran bahan. lalah tararan konseptual, yang rneliputl pemahaman terhadap paradigma konstruktivisme dan konsep BM, dan tataran teknis, yang meliputi pemahaman model-model pembelajaran inovatif, tehnik   mengajar, tehnik belajar, learning motivation, learning behavior, learning achievemnent, dan tehnik pengembangan motivasi belajar.

B.           Pembelajaran Inovatif-Konsruktivistik
Model tradisional menganggap murid memiliki kernampuan rata-rata untuk   menyerap dan memahami sesuatu. Model tradisional  juga menganggap bahwa tujuan belajar adalah mencapai hasil belajar yang baik. Maka evaluasinya mengukur tingkal pencapaian tujuan, Tetapi paham konstruktivisme menetapkan tujuan belajarnya melatih cara berpikir untuk  membentuk pengetahuan baru. Maka evaluasinya adalah menguji  proses berpikir,  melalui observasl, ekshibisi dan portfolio, secara kualitatif.
Bahan ajar yang digunakan juga berbeda. Pada model pembelajaran inovatif, digunakan kasus-kasus yang sedekat mungkin dengan dunia  nyata. Murid  dibiasakan bekerja dalam 'provek-provek' secara kolaborauf, dan berpikir seperu seorang ahli.
1.    Disain pembelajaran konstruktivistik: Bagaimana disain pernbelajaran konstruktivistik-inovatif? Dalam model itu tidak digunakan istilah perencanaan mengajar; tetapi perencanaan pengorganisasian murid belajar. Jadi yang peruing merencanakan kegiatan pernbelajaran yang harus  dilakukan rnurid, dan guru merencanakan pengorganisasiannya. Perencanaan seperti ini akan terbantu bila basis pembelajaran murid berupa kegiatan atau proyek yang memerlukan pemikiran-pemikiran murid secara aktif.
Konstruktivisme mernang rnerupakan ' ... a  paradigma shiftr  from education    based on beboviorism to education based on cognitive tbeori ...'. Dengan kata lain, kontruktivisme  menuntut  murid  untuk menggunakan anugerah yang dimilikinya, ialah kemampuan pikir. Di sekolah, yang akan dilatih memang kernarnpuan pikirnya.
2.    Asumsi epistemologis:  Penekanan pada aspek kemampuan kognilif ini juga nampak pada asumsi-asumsi epistemologis yang digunakan dalam konstruktivisme:
a.    Knowledge is physically constructed  by  learners who are involved in active learning ... '.
b.    Knowledge is symbolically  consuL/cted by  learners who are making their  own representation of action ... ',
Asumsi-asurnsi itu juga menunjukkan, bahwa proses pembelajaran utama dalam model-model yang menggunakan paradigma konstruktivisme adalah Belajar Aktif.
Belajar Mandiri sebagai konsep, memiliki 4 komponen utama. lalah konstruktivisrne, motlvasl, belajar aktif dan kompetensi. Konstruktivisme: Paradigma yang meyakini bahwa pembelajaran adalah penambahan pengetahuan baru hasil olahan pembelajar sendiri, atas dasar  rangsangan yang berupa informasi dari sumber belajar. Motivasl  belajar:  Kekuatan pendorong kegiatan belaiar secara intensif, oerststen,  terarah  dan kreatif.  ' ... Some kind of  internal  drive  which pushes someone to do things in order to achieve something ...' (Jeremy Harmer,  The Practice of  English Language Teaching, Essex: Longman Press). Belajar aktif:  Adalah kegiatan belajar yang ditandai dengan melakukan tindakan, dan memiliki ciri-ciri efektif, persisten, terarah dan kreatif. Kompetensi:  latah kernampuan melakukan tindakan secara profesional.

C.   Paradigma kontruktivisme
Menurut Haris (2011:21) paradigma konstruktivisme merupakan komponen ke-1 dalam konsep belajar mandiri. Salah satu hal mendasar dalam paradigma konstruktivisme adalah paradigma bahwa siswa memiliki pengetahuan awal kemudian ditambah dengan infromasi yang baru masuk sehingga siswa memiliki pengetahuan baru. Menurut Hazel dan Perth dalam haris “belajar adalah membangun pengetahuan”. Ini adalah prinsip berikutnya dalam paradigma konstruktivisme bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri. Sejalan dengan devinisi tersebut Giambattista Vico seorang filosof mengatakan bahwa manusia hanya akan memahami hal-hal yang ia bangun sendiri.
Paradigma konstruktivisme ini merupakan paradigma baru yang memberikan gagasan baru. Kemudian menurut Haris (2011:24), paradigma ini banyak dikembangkan dan menjadi dasar terhadap teori teori belajar active atau Active Learning seperti Quantum Learning, Problem-Based Learning, Pembeajaran PAMONG, independent learning dan juga integrated learning.
Haris (2011:24) mendefinisikan bahwa pembelajaran konstruktivistik adalah pembelajaran yang berbasis paradigma  Konstruktivisme dan dalam pembelajaran  konstruktivistik,   penambahan  pengetahuan  baru  dilakukan oleh pembelajar sendiri. Jadi siswa dituntut untuk dapat mengembangkan dan mencari pengetahuannya sendiri. Menurut paradigma konstruktivisme, belajar merupakan proses menginternalisasi, membentuk   kembali, atau membentuk baru pengetahuan. Konstruktivisme juga meyakini bahwa dalam pembelajaran kita menggunakan daya pikir untuk menerima secara kritis apa  yang  diajarkan.  Menerima secara kritis  artinya  (i)mengaitkan dengan apa yang pernah dipelajari; (ii)menerima  apa yang dipelajari menurut pemahaman sendiri;(iii)mungkin  sampai ke menciptakan konsep baru atas dasar pemahaman itu.
Lalu apa peran guru? Martina (2013:157) menjelaskan peran guru dalam pembelajaran konstruktivistik yaitu guru sebagai fasilitator, mediator dan motivator. Dalam hal ini guru bukanlah sebagai tokoh utama, namun siswalah sebagai tokoh utama pembelajaran. Peran guru memfasilitasi agar siswa dapat belajar dengan baik dan mendapatkan apa yang dia inginkan. Sebagai mediator, guru menjembatani siswa dalam pemerolehan informasi dan membantu siswa dalam belajar. Dan guru sebagai motivator, maka guru harus mampu membangkitkan niat dan motif peserta didik untuk belajar dari apa yang disajikan atau diberikan oleh guru.
Inilah yang mendasari mengapa belajar mandiri mengambil paradigma konstruktivistik sebagai suatu landasan berpikir. Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa belajar mandiri mengutamakan kepada peran serta individu dan individu yang dimaksud di dalam paradigma konstruktifistik adalah siswa, dimana siswa difasilitasi, dimediatori dan dimotivasi untuk dapat menggali informasi. Kaitannya dengan hal ini haris (2011:25) menegaskan pentingnya kepiawaian seorang guru dalam mendidik siswanya.
Haris (2011:28) mengambil sebuah kesimpulan bahwa paradigma Konstruktivisme menganggap bahwa : 1) belajar membentuk makna;2)makna diciptakan pembelajar sendiri;3)konstruksi  makna  dipengaruhi  oleh pengetahuan  yang  telah dimiliki; 4) konstruksi  pengetahuan  baru  merupakan  proses yang terjadi terus menerus, dan 5)proses  konstruksi  pengetahuan  baru  didahului   rasa  keingin tahuan curiosity, yang   dapat  dirangsang dengan penyajian masalah-masalah oleh guru  atau  pelatih,  untuk  dibahas oleh pembelajar.
Metode belajar yang digunakan dalam paradigma konstruktivisme adalah metode discoveryjinqiry dan eksplorasl dimana siswa diharapkan menggali informasi secara dan lebih aktif untuk menemukan informasinya atau sebuah materi yang disajikan. Sehingga demikian siswalah yang akan mendapatkan apa yang mereka cari dengan niat daridalam diri siswa itu sendiri.


BAB III
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Belajar mandiri adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh niat atau motif untuk menguasai suatu kompetensi untuk mengatasi suatu masalah dan dibangun dengan bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki. Belajar mandiri mengambil dasar paradigma konstruktivistik.
Dengan demikian disarankan agar belajar mandiri dan paradigma konstruktifistik ini dijadikan sebagai landasan belajar bagi pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran karena akan memaksimalkan hasil belajar.

REFERENSI
Jamaris, Martini. 2013. Orientasi Baru Dalam Psikologi Pendidikan.
Bogor : Ghalia Indonesia

Mudjiman, Haris. 2011. Belajar Mandiri : Pembeklan dan Penerapan.
Surakarta : UNS Press


Posting Komentar untuk "BELAJAR MANDIRI DAN PARADIGMA KONSTRUKTIVISME"