Motivasi Menikah
Banyak orang setelah membaca buku tentang pernikahan –motivasi menikah- menjadi sangat bersemangat untuk segera melakukan pernikahan, semangat untuk segera menjemput sang bidadari yang dijanjikan oleh ALLAH SWT untuk dirinya.
Memang menikah adalah perintah dari ALLAH SWT yang harus kita tunaikan dan kita ta’ati. Bahkan tidak sempurna perjalanan hidup seseorang sebelum mereka menikah. Hal yang begitu menggebu untuk menikah terkadang terhalang oleh realita yang ada. Kultur dan kebiasaan di masyarakat membuat kita harus ikut dalam arus mindset mereka bahwa pernikahan haruslah menunggu persiapan yang matang.
Menyamakan persepsi yang dimiliki orang tua dengan persepsi kita tentang menikah itulah salahsatu hal yang banyak menghambat seseorang untuk segera menunaikan pernikahan. Walaupun Rasulullah SAW memnjelaskan bahwa pernikahan itu syaratnya hanya satu yaitu ba’ah. “wahai sekalian pemuda, barangsiapa diantara kalian telah bermampu ba’ah, maka hendaklah ia menikah, karena pernikahan lebih dapat menundukkan pandangan dan menjaga farj. Dan barangsiapa belum mampu, hendaklah ia berpuasa, sungguh berpuasa itu benteng baginya” Hr. Bukhari dan Muslim.
Lalu apakah ba’ah itu? Sebagian ulama’ berpendapat ba’ah artinya kemampuan biologia –kemampuan berjima’-. Namun ada juga yang berpendapat bahwa ba’ah adalah mahar dan nafkah –asy syaukani-, penyediaan tempat tinggal –pendapat ulama’ lain-. Yang jelas ba’ah menurut para ulama lebih ditekankan pada kesiapan biologis –mampu berjima’-.
Hal inilah yang kemudian menjadi sebuah dasar yang menjadikan seiap remaja harus segera menikah. Melakukan pernikahan mengarungi mahligai liku hidup bersama sang bidadari. Namun yang menjadi masalah adalah, bagaimana membuat orangtua kita satu frekuensi dengan kita bahwa menikah –pada usia muda- merupakan sesuatu yang tidak tabu bagi mereka atau bahkan menjadi wajib –menurut sudut pandang orangtua kita;, atau minimal boleh lah.
Jika kita perhaikan, sebagian orang tua beralasan untuk tidak segera menikahkan anaknya karena 1)anaknya dianggap masih muda dan belum mampu untuk menjalankan roda pernikahan, 2)anaknya dianggap masih muda dan harus mengutamakan karirnya dulu, 3)seorang anak harus sukses baru setelah itu menikah, 4)kebanyaan orangtua masih mengutamakan memikir bibit- bebet - bobot dan 5)orangtua khawatir jika nanti anaknya tidak bisa mandiri setelah pernikahan. Pada dasarnya orangtua masih belum percaya bahwa anaknya mampu –baik jasmani, rohani, finansial maupun memilih pasangan.
Memang sebagian orangtua khawatir jika anaknya menikah, nanti tidak bisa mencukupi keluarga. Sebenarnya masalah nafkah itu bukan hal yang rumit bagi kita sebagai seorang yang beriman. “selama masih ada iman maka aku tidak takut kelaparan” kata Tabi’in. seorang mukmin yang beriman tidak takut miskin karena mereka yakin bahwa rizqi itu telah dijatahkan bagi setiap individu. Setiap orang sudah punya jatah masing-masing tinggal kita menjemputnya melalui usaha-usaha kita. Bahkan jika dilogikakan, lebih enak menikah karena rizqinya digabung jadi satu.
Selain itu, orang tua terkadang masih melihat bibit-bebet-bobot. Tidak salah melihat meamang dan Rasulullahpun menyarankan kita untuk menimbang-nimbang dalam memilih istri. Namun yang perlu kita ketahui –dari nasihat Rasulullah- dalam memilih pasangan kita harus mengutamakan agamanya, bukan harta-tahta. Bahkan seorang sahabat yang tidak begitu kaya, namun oleh Rasulullah disuruh melamar seorang gadis yang kaya.
Kekayaan tidakbisa dijadikan sebagai tolak ukur, baik-tidak nya pasangan. Bahkan kita dilarang membanggakan kekayaan dan keturunan-nasab-. Sungguh ALLAH SWT menilai kita dari keimanan kita, bukan dari kekayaan orang tua kita dan bukan juga iman orangtua kita. iman kita sendirilah yang dinilai ALLAH SWT. “iman tak dapat diwarisi, dari seorang ayah yang bertaqwa, iman tak dapat dijualbeli, dari seorang anak yang bertaqwa,”. Namun lagi-lagi masalahnya adalah orangtua kita sdikit sekali yang paham akan hal ini. Afwan- bukan bermaksud menyalahkan orang tua terkai dengan pernikahan, masalahnya hanya orangtua kita memiliki persepsi yang berbeda terkait pernikahan dan bisa jadi apa yang orangtua kita rasakan saat ini akan terjadi juga pada kita dikemudian hari saat kita menjadi orangtua.
Memang jika kita renungkan biar bagaimanapun orangtua tetap merasa khawatir dan pilih-pilih –menimbang-nimbang- untuk segera mnikahkan anaknya. Anak adalah buah hati, anak adalah penerus generasi, jangan sampai anak menikah dengan pilihan yang kurang tepat. Naluriyah setiap orang pasti menginginkan anaknya mendapatkan jodoh orang yang baik dan sungguh islam telah mengajarkan bahwa iman sebagai tolak ukur kebaikan seseorang. Seseorang yang imannya baik maka akhlaknyapun akan baik. Akhlak yang baik akan mendatangkan kebaikan. Sehingga yang perlu menjadi pertimbangan –lain- bagi kita adalah apakah kita sudah cukup baik dimata calon mertua kita? ataukah kita sudah merasa sangat baik dan layak untuk menjadi menantunya? Atau sebaliknya. Inilah yang patut kita jadikan bahan renungan bagi kita.
Kita tidakbisa menuntut orangtua kita agar sama persepsinya dengan kita, namun kita dapat mengubah persepsi kita agar orangtua kita mengatajan “YA” manakala kita mengajukan diri untuk menikah. Jadi, “kerenkan diri trus nikah dini” kata Ust. Salim A. Fillah layak kita jadikan rujukan bagi kita untuk menyongsong mahligai pernikahan. Teruslah berupaya memperbaiki diri dan jadikan diri ini orang yang dekat dengan ALLAH SWT, ta’at dengan aturanNya, dan bertransaksi menyerahkan jiwa dan raga kita untuk ALLAH SWT. Bukankah seorang laki-laki mukmin akan mendapatkan wanita yang mukmin pula? Atau masihkah kita meragukan janji ALLAH SWT? Sungguh ALLAH adalah sebaik-baik pemberi janji?.
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga)” Qs. An-Nuur : 24 .
Smoga ALLAH SWT menggolongkan kita termasuk orang-orang yang baik, sehingga akan mendapatkan jodoh yang baik pula. Amin. Mari perbaiki diri, kita adalah para pemuda perindu surga, obsesi kita tinggi, cita-cita kita luhur, harapan kita besar dan kita adalah pemenang yang akan terus berjuang menjadi yang TERBAIK untuk ALLAH dan RasulNya. Allahuakbar... Wallahualam bishoaf...
Posting Komentar untuk "Motivasi Menikah "
Terimakasih...