Desain Pembelajaran Dengan Penerapan Empat Pilar Pembelajaran Untuk Penguatan Soft Skill Lulusan
"Desain Pembelajaran Dengan Penerapan Empat Pilar Pembelajaran Untuk Penguatan Soft Skill Lulusan"
Oleh :
Derit vikiyono
e-Mail : sukseslearner@gmail.com
I. PENDAHULUAN
"Teachers are like flowers
They spread their beauty throughout the world.
Their love of learning touches the heart of their students who then carry the sense of wonder with them wherever they may go.
Teachers, with their words of wisdom, awaken the spirit within us all and lead us during the roads of life" Deanne Beisser
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Deanne Beisser diatas bahwa guru itu seperti bunga. Ini memberikan gambaran filosofis yang mendalam bahwa guru harus mampu memberikan wanginya dan keindahannya kepada setiap peserta didiknya. Inilah yang akan menjadikan peserta didik terinsirasi dan termotivasi dalam melakukan pembelajaran. Tidak hanya itu, peserta didikpun akan mampu mengembangkan empat pilar pembelajaran sehingga akan terlahir soft skill yang bermanfaat bagi peserta didik.
Kemudian timbul sebuah pertanyaan, mengapa soft skill ini penting? Secara garis besar logika sederhananya yaitu perkembangan teknologi dan informasi serta kemajuan ekonomilah yang memicu pentingnya Sumber Daya Manusia di masa yang akan dating memiliki soft skill tertentu. Sebagaimana yang dijabarkan oleh Soetarno joyoatmojo (2011: 2) "pengembangan ilmu pengetahuan sendiri tidak mungkin dilakukan apabila tidak disertai kesiapan sumber daya insani yang tersedia". Dalam hal ini peserta didik dituntutt untuk mampu memiliki soft skill agar mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan tidak berbatas waktu dan tempat, artinya kapanpun dan dimanapun. Maka penanaman soft skill ini harus dilakukan sejak dini dalam diri peserta didik. Salah satu contoh sederhana soft skill yang harus ada pada peserta didik ini adalah motivational skill. Dengan semangat dan motivasi yang baik dari peserta didik ini akan mampu membuka banyak peluang dan kesempatan pengembangan ilmu pengetahuan dan tantangan-tantangan dunia kerja masa kini dan masa mendatang.
Masa depan memberikan tantangan besar bagi SDM untuk mampu berkompetisi. Maka output pendidikan yaitu insan yang unggul sangat dibutuhkan. Siapa insan yang unggul itu? Insan unggul adalah mereka yang mampu bersaing di masa depan. Secara lebih detail mereka adalah para pembelajar, pembelajar sepanjang hayat. Mereka yang tak mudah puas dengan pencapaian yang ada dan terus berusaha belajar dan belajar untuk meningkatkan kemampuan dan kemanfaatan bagi bangsa dan negaranya. Tentunya ini dibarengi dengan peningkatan soft skill yang baik.
Akhir-akhir ini perkembangan teknologi berjalan begitu pesat. Media dan teknologi telah menjamur tak hanya di negara maju bahkan negara di berkembang termasuk indonesia. Dalam dunia pendidikan, kini Guru dan buku teks tidak lagi menjadi satu satunya sumber seluruh informasi bagi siswa. Tidak lain dan tidak bukan ini adalah dampak dari perkembangan teknologi. Secara tidak langsung perkembangan ini menuntut peningkatan kemampuan SDM yang lebih baik dengan soft skill yang menyeluruh.
Dimana soft skill itu ditanamkan? soft skill ditanamkan dalam proses pembelajaran dan secara otomatis soft skill masuk dalam desain pembelajaran. Sebagaimana teori dalam Quantum Teaching & Learning (Deporter) bahwa apapun yang terjadi dalam proses pembelajaran kepada peserta didik tidak satupun yang tidak memiliki tujuan/arti, semuanya memiliki arti dan tujuan. Maka dari itu dalam menyusun design pembelajaran ini kita harus memperhatikan empat pilar pembelajaran sebagaimana yang telah dikeluarkan oleh UNESCO's international commission on education for the twenty-century bahwa keempat pilar itu adalah 1) Learning To Know, 2) Learning To Do, 3)Learning To Live Together Dan 4)Learning To Be. Keempat pilar ini diharapkan mampu dipahami dan diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik sehingga dimanapun mereka berada mereka dapat belajar.
Maka dari itu, sangatlah penting bagi kita untuk mengetahui keempat pilar ini dan aplikasinya dalam proses pembelajaran serta output berupa soft skill tertentu. Dengan demikian, dalam makalah ini penulis akan mencoba memberikan gambaran sederhana dari keempat konsep agar semakin jelas dalam design pembelajaran.
II. PEMBAHASAN
Sebagai seorang pendidik, kita harus mampu untuk menjadikan peserta didik memiliki semangat dan pemahaman tentang pembelajaran sepanjang hayat. Ini berdampak pada peserta didik sehingga dimanapun dia berada dia akan terus mampu untuk belajar meskipun tidak di ruang kelas. Ini sesuai dengan apa yang telah dikemukakan oleh Smaldino (2011) bahwa pembelajaran itu bisa dilakukan dimana saja. Untuk melahirkan kondisi peserta didik yang memahami dan menerapkan kife long education maka UNESCO (1996) memaparkan 4 pilar pembelajara yang harus dilakukan. Keempat pilar itu adalah 1)Learning to know, 2)Learning to do, 3)Learning to life together, dan 4)Learning to be. Secara garis besar keempat pilar ini akan dijabarkan sebagai berikut.
Pertama, learning to know. learning to know sebagimana yang disampaikan oleh Soetarno Joyoatmojo (2011:15) memberikan gambaran bahwa pembelajaran harus mampu menjadikan peserta didik mengetahui cara pemerolehan atau penguasaan "alat belajar" dan bukan semata-mata menerima hasil pengetahuan yang sudah jadi. Chomsin (2008) juga memberikan kesimpulan yaitu 'Peserta didik yang menerima sistem pembelajaran yang menerapkan konsep Learning to know akan mampu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan'. semakin jelaslah bahwa Learning to know ini diharapkan agar peserta didik mengetahui akan proses dari hasil imu tersebut. Mereka bukan sekedar tahu, namun bisa paham.
Pendidik yang menerapkan konsep Learning to know ini dalam mendesain pembelajaran harus memperhatikan proses pemahaman kepada peserta didiknya, sehingga peserta didik bukan sekedar menghafal dan tahu, namun juga paham bagaimana prosesnya. Inilah yang dimaksud Learning to know yaitu learning how to learn, belajar bagaimana seharusnya belajar.
Kemamuan Learning to know ini secara otomatis akan menghasilkan Soft Skill lulusan. Secara sederhana Soetarno Joyoatmojo (2011 :15) menyebutkan bahwa peningkatan keahlian peserta didik dengan Learning to know ini maka akan menghasilkan soft skill berupa kecakapan untuk melaksanakan tugas-tugas (dalam dunia kerja) dan kecakapan berkomunikasi. Soft skill lain yang bisa dihasilkan dari proses learning to know ini adalah skill untuk mempu belajar secara mandiri. Belajar mandiri di sini artinya peserta didik mampu menggali dan mengetahui apapun yang terjadi di lingkungannya. Mereka daat belajar dari sana.
Dari ulasan diatas, maka Learning to know dalam desain pembelajarannya dapat menggunakan pendekatan belajar konstruktivisme. Bambang Warsita (2008 :85) menjelaskan bahwa belajar konstruktivisme memberikan penjelasan bahwa manusia belajar dengan mengkonstruk (membangun) ilmu pengetahuan, sikap, dan keterampilannya sendiri. Di sini belajar bukan sekedar memasukkan hasil ilmu kedalam otak. Dengan pendekatan ini, maka secara otomatis guru dalam proses belajar mengajar harus mampu mengkonstruk agar mereka tahu bagaimana cara belajar (Learning how to learn).
Dalam hal ini kita bisa mengambil contoh misalnya peserta didik kita ajak keluar kelas untuk belajar mengamati jenis-jenis daun. Dari sini peserta didik kita bagi kedalam beberapa kelompok. Setiap kelompok diberikan tugas pengamatan daun yang berbeda dengan pertanyaan yang sama. Misalnya kelompok 1 diminta mengamati 3 jenis daun kemudian diamati dari bentuk, warna, dan kelebarannya. Dari dini peserta didik kemudian diminta untuk mendiskusikannya dan mencari informasi tentang bentuk, warna dan jenis daunnya. Hasil diskusi dibuat makalah.
Dalam contoh diatas pendidik berusaha untuk memahamkan kepada peserta didik tentang proses. Mereka tidak sekedar diberi tahu ini daun warnanya hijau, kegunaanya apa dan manfaatnya apa, namun lebih dari itu mereka juga dapat menemukan sendiri dengan pemahaman yang mereka miliki dari proses belajar ini. Sehingga dimanapun ia berada, dia akan mampu untuk memberikan komentar dan pandangan tentang jenis-jenis daun. Soft skill seperti inilah yang seharusnya ada pada peserta didik dengan pilar Learning to know.
Media pembelajaran pun harus disesuaikan untuk peserta didik. Sebagai contoh media On Line, Buku ajar dll. Dari sini peserta didik akan tahu sumber-sumber belajar. Mereka dapat belajar dari sumber-sumber beajar tersebut.
Selain output soft skill di atas, soft skill seperti motivasi belajar juga akan mampu dihasilkan dari learning to know ini. Secara otomatis siswa akan memiliki kepuasan tersendiri ketika dia dapat menemukan apa yang ingin ia ketahui. Selain itu, kamampuan mengelola stress (stress manajemen) juga akan dihasilkan. Ketika peserta didik melakukan diskusi, otomatis akan ada dinamika di dalamnya. Ini akan melahirkan soft skill kemampuan komunikasi, interaksi, negosiasi, berdebat, berargumen, menganalisa dan juga ketegasan serta kejujuran. Jujur karena di dalam perdebatan itu mereka akan belajar untuk membenarkan yang benar.
Learning to know yang kaitannya dengan pemanfaatan media dapat dilakukan dengan belajar menggunakan serangkaian kemampuan intelektual informasi verbal/visual/keterampilan intelektual. Contohnya menyebutkan tulang-tulang tangan manusia. Kemempuan intelektual seperti ini mampu menumbuhkan kemampuan berfikir kritis , berpikir logis, berpikir terbuka, sintesa dan memanipulasi informasi.
Kedua, learning to do. Learning to do artinya bagaimana pesera didik dapat belajar untuk melakukan jenis-jenis pekerjaan tertentu (soetarno, 2008:16). Selain itu peserta didik harus disiapkan untuk memperoleh pengalaman belajar yang nantinya bermanfaat baginya dirinya dalam dunia kerja. Bagaimana pendekatan dalam desain pembelajarannya? Apa saja output yang akan dihasilkan?
Dengan pemahaman bahwa pembelajaran harus mampu menjadikan siswa cakap untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu (learning to do) maka seorang pendidik dapat menggunakan pendekatan behaviorisme dalam mendesain pembelajaran. Pendekatan ini salah satunya mencoba untuk melibatakan peserta didik dalam proses pemerolehan informasi pengetahuan (Bambang, 2008:67). Maka di sini agar siswa mampu untuk to do harus sering dilibatkan agar memiliki pengalaman tertentu yang bermanfaat dalam kehidupannya.
Sebagai contoh, peserta didik diajak untuk berkunjung ke dunia kerja. Bukan sekedar mengunjungi, namun disana peserta didik dapat diajak untuk mempraktikkan kerja-kerja di perusahaan tersebut. Dengan demikian maka peserta didik akan banyak belajar untuk melaukan sesuatu, melakukan hal-hal teknis yang mungkin sebelumnya mereka belum pernah melakukannya. Hal ini akan mampu memberikan engalaman yang tak terlupakan dan berkesan bagi peserta didik.
Soft skill yang mampu dihasilkan pun akan sangat banyak. Salah satunya kemampuan untuk bertindak cepat dalam menanggapi tantangan masa depan. Lebih jauh lagi, Soetarno J. menegaskan bahwa learning to do ini memungkinkan peserta didik untuk memiliki kemampuan melakukan inovasi tertentu. Inovasi dalam berinteraksi dengan orang lain, ranah sosial , ranah interpersonal dan ranah intra personal. Kemampuan membangun jaringan, membangun kemitraan, membangun kepercayaan, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan mengambil keputusan. Inilah beberapa soft skill yang dapat dihasilkan dari learning to do.
Sebagai referensi penguat Chomsin S Widodo menegaskan bahwa learning to do itu erat kaitannya dengan aspek psikomotorik peserta didik dan peserta didik diharapkan mampu untuk mengaktualisasikan kemampuan psikomotoriknya selain bakat dan minat yang dimilikinya sejak lahir. Di sini peserta didik juga diarahkan untuk mampu menyadari kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya. Dan sudah barang tentu konsekuensinya agar peserta didik mampu mengasah kelebihan dan meminimalisir kekurangan, walaupun sebenarnya kekurangn itu bisa jiga diubah menjadi kelebihan. Intinya bagaimana agar peserta didik dapat mensyukuri kemampuan yang ia miliki dan kemudian melejitkannya. Chomsin S Widodo juga memberikan penjelasan bahwa peserta didik diharapkan tidak sekedar tahu dan bisa melakukan namun juga mampu untuk mendesain, mengorganisasikan, mengontrol system dan memperbaiki (2008:4).
Learning to do yang kaitannya dengan pemanfaatan media dapat dilakukan contohnya penggunaan jaringan internet. Secara langsung peserta didik dilibatkan. Mereka tak hanya terlibat secara fisik, namun secara kemampuan motorik, afektif, perasaan dan kognitifnyapun terasah. Dari sini akan lahir nilai-nilai soft skill seperti leadership, analisis, bersabar, memanajemen diri dan integritas.
Dalam hal ini pendidik dapat mempertimbangkanprinsip-prinsip pengajaran efektif yang disarankan oleh Smaldino (2012) adalah sebagi berikut :
1. Menakar pengetahuan sebelumnya yang dimiliki siswa. Pengajar harusnya mengumpulkan informasi untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa.
2. Memperhatikan perbedaan individu. Ini didasarkan pada pandangan bahwa setiap anak itu memiliki bakat dan kecenderungan yang berbeda-beda.
3. Menyatakan tujuan. Agar guru dan siswa mengetahui kearah mana pengajaran yang diharapkan, maka tujuan ini harus diperinci dengan standar dan indikator tertentu.
4. Mengembangkan kemampuan metakognitif.
5. Menyediakan interaksi sosial.
6. Memasukkan konteks realistik.
7. Melibatkan siswa dalam praktik relevan.
8. Menyediakan umpan balik yang konstruktif, terus menerus, dan tepat waktu.
Dengan demikian proses pembelajaran efektif ini akan mampu mendorong banyak soft skill peserta didik seperti kemampuan berkomunikasi, bernegosiasi, tepat waktu/time manajemant dan analisa.
Ketiga, Learning to life together. Belajar untuk hidup bersama. Ini tidak bisa dilepaskan karena secara fitrah manusia adalah makhluk sosial . Artinya manusia memiliki hubungan dan selalu berhubugan dengan orang lain. Maka kecakapan untuk dapat hidup bersama ini sangat penting. Sebuah guyonan "barang siapa tidak mampu bekerja sama dalam lingkungan sosial, maka dia akan seperti dinosaurus yang punah". Artinya siapa yang tidak mampu memiliki kecakapan hidup dalam lingkungan sosial maka dia akan terasingkan.
Bagaimana agar siswa memiliki kecakapan untuk life together? Yang jelas pendidik harus mampu mengembangkan kemampuan soft skill dalam hal berinteraksi dengan orang lain. Skill apa saja itu? Seperti skill kesadaran dalam bermasyarakat, saling menerima, saling menghargai, saling bekerja sama dan saling bertoleransi. Dalam hal ini pendidik dapat melakukan proses pembelajaran menggunakan strategi belajar kelompok atau cooperative learning. Diharapkan kegiatan seperti ini mampu meminimalisir konflik yang terjadi pada peserta didik. Dampaknya soft skill berupa conflict management dapat diperoleh oleh peserta didik. Bukan sekedar tahu dan paham, namun bisa mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini dapat dicapai dengan desain pendekatan pembelajaran yang humanism. Artinya peserta didik dididik sesuai dengan fitrahnya sebagai manusia. Dengan kata lain memanusiakan manusia (Bambang, 2008). Misalnya saja peserta didik diajak untuk bermain peran. Kelompok A sebagai perusahaan yang sudah besar. Kelompok B perusahaan yang sudah kecil. Bagaimana keduanya bersaing secara sehat? Dari sini peserta didik akan belajar tentang komunikasi, negosiasi, bagaimana berhubungan dengan manusia dsb.
Contoh lagi, misalnya berkunjung kerumah sakit. Secara kognitif peserta didik akan belajar tentang rumah sakit. Namun disini kita juga memenuhi target soft skill bahwa peserta didik diharapkan mampu memiliki rasa empathy dan sympathy. Biar bagaimanapun empathy dan sympathy ini dua difat penting yang harus dimiliki dalam hubungannya dengan masyarakat.
Kemampuan bertoleransi dalam keberagaman juga penting dimiliki (Sutarno, 2011 : 19). Misalnya di kelas pendidik membagi kelompok Antara si kaya dengan si miskin. Misalnya lagi pendidik meminta kepada peserta didik untuk membawa hadah terbaik dengan harga ertentu yang disepakati bersama, kemudian keesokan harinya di sekolah hadiah tersebut ditukar dengan teman lain. Setelah itu dibuka bersama-sama. Di sini akan melahirkan kebersamaan dan saling menghargai pemberian saudara mereka. Dan mereka pun akan belajar tentang toleransi karena bisa jadi hadiah dari temannya itu tidak seenak yang ia berikan kepada temannya. Berbagi, belajar untuk saling memberi juga akan terlahir dari kegiatan beajar ini.
Jadi pada intinya kita harus mampu memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang learning to life together dengan indicator skill yang telah kita bahas di atas. Sehingga diharapkan peserta didik mampu cakap dalam masyarakat maupun dunia kerja.
Comsin memberikan pendapat bahwa learning to life together ada memungkinkan siswa untuk memiliki soft skill berupa emotional skill dan intelektual skill. Peserta didik mampu mengetahui siapa dirinya dan mengendalikan dirinya, konsisten dalam setiap langkah dan memiliki tenggang rasa. (2008:5)
Dalam kegiatan pembelajaran Sutarno J memberikan saran agar peserta didik dilibatkan secara langsung dalam kegiatan-kegiatan sosial . Beliau memberikan contoh seperti pembangunan kembali daerah kumuh, aksi-aksi kemanusiaan dan membantu masyarakat tidak mampu. Dari kegiatan yang aplikatif ini maka siswa akan memiliki soft skill seperti rasa saling tolong menolong dan peduli terhadap lingkungan, masyarakat dan negaranya.
Keempat, learning to be. Learning to be memungkinkan peserta didik untuk dapat memiliki peningkatan dalam dirinya. Ada perbedaan Antara orang yang belajar dengan yang tidak belajar. Selain itu proses ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk kreatif (Chomsin, 2008 : 7). Dari uraian diatas maka dapat itarik kesimpulan bahwa peserta didik harus diarahkan untuk memiliki keunggulan tertentu setelah proses pembelajaran. Sebenarnya learning to be ini adalah satu kesatuan dari learning to know (aspek cognitive), learning to do (aspek motoric), dan learning to life together (aspek Afektif/sosial ). Setelah peserta didik tahu, memiliki kemampuan motoric dan aspek sosial yang bagus maka peserta didik harus bisa menjadi seperti apa yang dia inginkan.
Di sini proses pembelajaran hendaknya bisa mengarahkan peserta didik untuk percaya diri pada kemampuan yang dimilikinya. Peserta didik harus bisa menemukan mutiara terpendam yang ada daam dirinya. Rasa percaya diri dan tidk rendah diri inilah salah satu soft skill yang diharapkan timbul dalam proses pembelajaran.
Contoh dalam strategi diskusi. Peserta didik diarahkan untuk berdiskusi. Dari sini akan lahir soft skill seperti percaya diri, membagi pengalaman, menerima mendapat/menghargai dan leadership skill. Leadership skill yang mana siswa mampu memimpin dirinya dan memimpin teman se kelompoknya.
Dalam pemanfaan media internet misalnya, peserta didik akan memiliki kecakapan untuk menjadi insan yang terbuka terhadap teknologi. Optimis dengan ketidak mungkinan dimasa mendatang. Menumbuhkan semangat untuk terus mengembangkan teknologi. Dan mungkin ini juga bisa melahirkan skill inquiry/ semangat untuk menemukan hal-hal yang belum diketahui.
Dari penjebaran keempat pilar serta contoh aplikasi dalam kelas dan kemudian soft skill lulusan yang tentunya jika dijabarkan lagi akan sangat panjang dan banyak karena satu kejadian sebenarnya mengandung banyak arti penting bagi peserta didik. Yang lebih penting dan ditekankan di sini yaitu bagaimana seorang pendidik mampu untuk menganalisa indicator-indikator soft skill yang akan dihasilkan dari peoses pembelajaran. Metode dan tekhnik apapun bisa diterapkan asalkan unsur soft skill ini jangan sampai diabaikan. Contoh sederhana misalnya memberikan tugas di rumah untuk dikerjakan. Secara tidak langsung disini telah mengandung empat pilar pembelajaran, di sini juga mengandung soft skill tertentu untum peserta didik.
Misalnya dari tugas tadi peserta didik akan belajar untuk mengetahui (learning to know), melakukan (learning to do), bekerjasama (learning together) dan belajar untuk menjadi (learning to be). Dari satu proses tugas saja mereka sudah belajar banyak hal. Yang perlu ditekankan di sini adalah bagaimana agar peserta mampu memiliki soft skill sadar diri. Sebagaimana dalam buku Anis Matta "membentuk karakter cara Islam" tentang "aku diri", "aku sosial " dan "aku ideal". Di dalam buku ini Anis Matta ingin mengajak bahwa pemahaman terhadap diri sendiri itu penting. Bagaimana agar lahir pemahaman diri yang utuh? Disinilah pentingnya pendidik untuk melakukan rekayasa dalam proses pembelajarannya. Ini dapat dirancang dalam RPP dan instrument pembelajaran yang lain.
Keempat pilar pendidikan ini akan sangat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia khususnya karena ini dapat menjadikan masyarakat yang pembelajar. Masyarakat yang suka belajar dan ini adalah ciri masyarakat yang maju. Jadi, sekali lagi peran guru sangat penting dalam penerapan empat pilar pembelajaran ini.
?
III. PENUTUP
Dari penjabaran keempat pilar serta contoh aplikasi dalam kelas dan kemudian soft skill lulusan maka dapat diarik beberapa kesimpulan diantaranya :
1. Keempat pilar ini akan mampu memajukan bangsa Indonesia jika diterapkan, namun disini perlu adanya kerjasama dari para pendidik karena faktor utama dari penerapan keempat faktor ini adalah pendidik.
2. learning to know harus memberikan gambaran bahwa pembelajaran harus mampu menjadikan peserta didik mengetahui cara pemerolehan atau penguasaan "alat belajar" dan bukan semata-mata menerima hasil pengetahuan yang sudah jadi.
3. learning to know ini mampu malahirkan soft skill seperti motivasi belajar, kamampuan mengelola stress (stress manajemen), kemampuan komunikasi, interaksi, negosiasi, berdebat, berargumen, menganalisa dan juga ketegasan serta kejujuran. Yang kesemuanya itu dapat dihasilkan dari proses pembelajaran misalnya diskusi.
4. Learning to do artinya bagaimana pesera didik dapat belajar untuk melakukan jenis-jenis pekerjaan tertentu.
5. Soft skill yang dapat dihasilkan dari proses Learning to do ini diantaranya leadership, analisis, bersabar, memanajemen diri dan integritas. Ini dapat dicapai dengan menggunakan metode misalnya berkunjung ke perusahaan/industri.
6. Learning to life together. Belajar untuk hidup bersama. Ini tidak bisa dilepaskan karena secara fitrah manusia adalah makhluk sosial.
7. learning to life together ada memungkinkan siswa untuk memiliki soft skill berupa emotional skill, intelektual skill, kemampuan bertoleransi dalam keberagaman, emhaty, simpati dan peduli. Semua itu hasil dari proses pembelajaran misalnya berkunjun ke rumah sakit, membersihkan tempat kumuh dsb.
8. Learning to be memungkinkan peserta didik untuk dapat memiliki peningkatan dalam dirinya dan dia mampu memahami siapa dirinya sendiri.
9. Learning to be akan memberikan soft skill berupa self understanding, bertanggungjawab, percaya diri, membagi pengalaman, menerima pendapat/menghargai dan leadership skill. Ini dihasilkan dari proses pembelajaran seperti menggunakan media internet, tugas rumah dan tugas kelompok.
10. Empat pilar ini yaitu learning to know, learning to do, learning together dan learning to be merupakan satu kesatan konsep yang diharapkan mampu melahirkan learning society (Masyarakat pembelajar) dan masyarakat yang memiliki pemahaman bahwa pendidikan itu harus dilakukan sepanjang hayat tanpa berbatas ruang dan waktu (life long education).
Referensi
Chomsin S widodo & Jasmadi. 2008. Panduan menyusun bahan ajar berbasis
kompetensi. Jakarta : Elex Media.
Deporter, bobbi, Mark Reardon, & Sarah Singer-Nourie. 2001. Quantum
Teaching : Mempraktekkan Quantum Learning di ruang-ruang kelas .
Terjemah Ary Nilandri. Bandung : Kaifa.
Dick, W Cary & Cary, j. 2001. The systhematic desain of instruction (7th Editon).
New York : Longman
Joyoatmojo, Soetarno. 2011. Pembelajaran efektif : pembelajaran yang
membelajarkan. Surakarta : UNS Press
Smaldino Sharon E, Debrah L. Lowther, James D. Russell. Instructional technology & media for learning. Terjemah arif Rahman. Jakarta : Kencana.
Warsita, Bambang. 2008. Teknologi pembelajaran landasan & aplikasinya.
Jakarta : Penerbit rineka
Posting Komentar untuk "Desain Pembelajaran Dengan Penerapan Empat Pilar Pembelajaran Untuk Penguatan Soft Skill Lulusan"
Terimakasih...