Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

STRUKTUR KURIKULUM

STRUKTUR KURIKULUM
Disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah ‘Kajian dan Evaluasi Kurikulum’
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sunardi, M.Sc
Oleh :
1.     Derit vikiyono
2.     Hamda Kharisma Putra
3.     Endah Dwi Hastuti
4.     Dinar Arena Tiara

I.                  Pendahuluan
Dilihat dari bab sebelumnya tentang pembahasan pengertian kurikulum bahwa pendidik memiliki pandangan yang berbeda tentang arti kurikulum. Yang jelas kurikulum itu ada banyak jenisnya yang pada dasarnya kurikulum dipengaruhi oleh territorial. Territorial terkecil dari kurikulum adalah kelas. Didalam kelas ada RPP untuk kelas. Ini adalah contoh real dari kurikulum.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang organisasi kurikulum dari buku Evelyn J. Sowell di bab ketiga. Perlu kita ingat bahwa kurikulum itu memiliki tujuan tertentu  dalam pendidikan yang berisi konten yang sesuai serta diorganisir secara sistematis dan terukur.
Di buku ini dibahas tentang konsep organisasi kurikulum di amerika. Semoga ini bisa menjadi bahan kajian yang menarik dan menambah wawasan kita tentang kurikulum. Sedikit gambaran, biasanya di Amerika ditetapkan kurikulum untuk public School di tingkat institusional. Namun dalam penerapannya, biasanya kebijakan kurikulum Ini juga digunakan dalam nonpublic School. Tidak lain dan tidak bukan ini bertujuan untuk menyiapkan peserta didik di abad 21 ini.
Selanjutnya, dalam makalah ini kami akan diskusikan tentang tiga hal pokok yaitu konsep-konsep kurikulum, pertimbangan dalam mengatur konten kurikulum dan organisasi kurikulum. Secara lebih terperinci dan sistematis akan kami jabarkan selanjutnya.  

II.               Konsep-konsep Kurikulum
Konsep kurikulum dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Ini dipengaruhi pada subjek yang ingin dihasilkan. Subjek di sini adalah peserta didik itu sendiri. Biasanya sebuah konsep kurikulum memiliki penekanan atau focus yang berbeda-beda. Di sini kami mencoba untuk menjelaskan lima jenis konsep-konsep kurikulum.
Dalam konsep kurikulum biasanya menekankan pada satu konsep tertentu. Selain pada subjek (peserta didik), biasanya penekanan juga sipengaruhi oleh kondisi masyarakat dan budaya. Maka dari itu, konsep kurikulum ini penting untuk dijadikan bahan kajian bagi para teknolog pendidikan yang sudah barang tentu untuk mensukseskan pendidikan dalam upaya menselaraskan dengan perkembangan zaman.
Selanjutnya, dalam sub bab ini kami ingin menggambarkan konsp-konsep kurikulum dan memberikan gambaran sejarah singkatnya. Agar lebih mudah, kami jelaskan peta konsep universal dari sub bab ini dalam bentuk table. Semoga bisa memberikan inspirasi dan gambaran pemahaman yang utuh.
Tabel : Konsep kurikulum, tujuan pendidikan dan sumber konten kurikulum
Konsep-konsep kurikulum
Tujuan Pendidikan
Sumber konten utama
Cumulative tradition of organized knowledge
Untuk menggali kemampuan kognitif dan intelejensi
Academic disciplines, subject matter
Social relevance reconstruction
Untuk menyiapkan peserta didik menjadi orang yang bisa hidup dalam kondisi masyarakat yang tidak stabil dan berubah ubah dalam rangka memperbaiki masyarakat.
Needs of society and culture
Self-actualization
Untuk menggali dan mengembangkan potensi individu secara maksimal
Needs and interest of learners
Development of cognitive processes
Untuk membangun proses kemampuan intelektual
Any source, but usually subject matter
Technology
Untuk membentuk pembelajaran yang efektif dan efisien
Any source, but usually subject matter


a.       Konsep tradisi Kurikulum pembangun pengetahuan (Cumulative tradition of organized knowledge)
Kurikulum ini merupakan model konsep kurikulum yang paling lama, sejak sekolah yang pertama dulu berdiri. Kurikulum ini menekanakan pada isi atau materi pelajaran yang bersumber dari disiplin ilmu. Penyusunanya relative mudah, praktis, dan mudah dihubungkan dengan model dan konsep lain. Kurikulum ini bersumber dari pendidikan klasik, perenialisme (kurikulum berfokus pada pengembangan diri).
Konsep ini dimulai sejak sekolah pertama di zaman kolonial amerika dan masih berlanjut hingga sekarang. Di tahun 1967 kurikulum digunakan di sekolah dasar untuk membelajarkan membaca dan menulis serta grammar bahasa latin. Selain bahasa latin, diajarkan juga  untuk bahasa prancis.
Satu abad kemudian di tahun  1827 dibuatlah publick hight school. Di sekolah ini juga diterapkan kurikulum dengan konsep yang tak jauh berbeda.  
  1. Konsep rekonstruksi sosial (Social relevance reconstruction)
Seiring berkembangnya kebutuhan dalam pendidikan, maka seiring itu pulalah manusia mencoba menemukan jawaban atas segala kegalauan yang ada. Di tahun 1800an kurikulum cenderung menggali kemampuan kognitif saja. Ini di zaman berikutnya (di tahun 1974) dianggap kurang relefan. Akhirnya di tahun ini lahirlah konsep rekonstruksi social. Di sini fokus konsep kurikulum pada penciptaan peserta didik dalam rangka untuk dapat menciptakan perubahan sosial.
Butts (1975-1976) menggambarkan di zaman itu ada dua pandangan terkait perubahan sosial dan control sosial. Pandangan pertama focus pada pengaplikasian strategis dari manajemen bisnis kedalam pendidikan. Pandangan kedua, menyiapkan peserta didik untuk memiliki tanggungjawab sosial dalam masyarakat demokrasi.
Ciri mendasar dari konsep rekonstruksi social ini salah satunya adalah konsep kurikulum ditentukan dari analisis kondisi kebutuhan social dan budaya yang terjadi di masanya. Sebagai contoh ketika itu terjadi perang dunia II, ketika itu pendidikan diarahkan pada penyiapan manusia untuk mengelola lembaga (pemerintahan), bisnis dan juga sumberdaya yang ada.
Eiser (1992) juga memberikan penjelasan bahwa konsep rekonstruksi social ini memberikan kecakapan kepada siswa untuk hidup. “children learn how to live”, siswa belajar untuk hidup.
  1. Aktualisasi diri (Self-actualization)
Ditahun 1880 halls child student human memberikan paradikma baru tentang pendidikan yaitu pendidikan diharapkan mampu memberikan psikologi pengetahuan dan tentang kehidupan. Inilah menurut Evelyn sebagai cikal bakal konsep kurikulum berbasis self actualization. Kurikulum ini memberikan pengalaman kepada pembelajar agar bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya.
Adapun yang menjadi landasan utama dalam kurikulum ini adalah kebutuhan dari siswa dan juga ketertarikan/ keinginan/ bakat yang dimiliki oleh peserta didik. Kebutuhan dari siswa ini disesuaikan dengan kondisi yang ada. Yang ini jua harus sejalan dengan potensi siswa jadi siswa juga harus disesuaikan dengan tuntukan masyarakat dan juga potensinya.
Di tahun 1919 berdirilah sebuah organisasi PEA (Progresive Educaion Association) organisasi ini fokus pada pengembangan peserta didikan. Organisasi ini disponsori oleh noteworthy eight-year study, yang mana telah menggunakan kurikulum yang berbeda dizamanya. Salah satu hasil dari lembaga ini yang cukup penting dalam dunia pendidikan yaitu sekolah harus mengembangkan program pendidikan yang mana bisa membuat siswa tertarik untuk belajar, menemukan kebutuhan mereka, dan diwaktu yang sama harus bisa menyiapkan agar mereka sukses di sekolahnya.
Ditahun 1947 Florence B dan asosiasi yang dia buat bertujuan untuk membantu siswa dan pemuda agar paham dan belajar mengatasi segala permasalahan pribadi. Agar lebih jelasnya bisa dilihat pada figure 3.1
  1. Membangun Proses Kemampuan Kognitif (Development of cognitive processes)
Menurut Evelyn kurikulum ini mungkin datang dari fakultas psikologi yang populer dari tahun 19 an. Asusmsi ini berawal dari fakultas psikologi yang beranggapan bahwa membangun mental peserta didik harus memperhatikan kemampuan kognitif untuk belajar beberapa konten pelajaran. Dan pandangan ini dianggap sebagai pandangan behaviorism.
Pandangan terkait behaviorism ini dipopulerkan oleh Gestalt yang beranggapan bahwa belajar itu adalah sebuah proses trial and eror yang berdasarkan proses natural. Dari proses trial and eror inilah siswa belajar dan siswa akan paham dengan apa yang dia lakukan.
Diwaktu yang sama Dewey mencoba untuk mengetes teori pendidikan yang banyak di pengaruhi oleh Gestalt. Dewey memberikan kesimpulan bahwa kebutuhan siswa adalah untuk bisa menyelesaikan masalah.
Jadi konsep lebih menekankan proses yang dicapai oleh pesera didik utamanya adalah kemampuan kognitif, yang mana disini erat kaitanya dengan menyelesaikan masalah sehingga peserta didik akan belajar.


  1. Teknologi (Technology)
Kurikulum sebagai teknologi bertujuan untuk membuat pembelajaran menjadi sistematik dan efisien. Biasanya pembelajaran ini menjadi standar dan mencari hasil yang sederhana. Fokusnya ada pada teknologi yang mana pengetahuan disampaikan dan pembelajaran difasilitasi, bukan pada individualitas pelajar atau pelajaran itu sendiri (Goodlad & Su, 1992). Permasalahan dalam mengemas dan menyampaikan material kepada pelajar secara efisien terpecahkan dengan adanya kurikulum teknologi, melalui pembelajaran terprogram, sistem instruksi terpersonal, dan progam instruksional berbasis komputer.
Kurikulum dengan penggunaan pendekatan ini beranggapan bahwa pembelajaran terjadi secara sistematis dan terprediksi, dan dapat dibuat lebih efisien dan terorganisir dengan baik. Jenis materi yang dapat diajarkan menggunakan teknologi itu terbatas dan harus disampaikan menggunakan kata-kata dan simbol. Biasanya materi seperti ini ada dalam bentuk bertingkat, sehingga dapat diurutkan dari sederhana ke rumit.
  1. Latar belakang kurikulum sebagai teknologi
Kurikulum sebagai teknologi pertama disorot pada awal abad ke-10 dimana Franklin Bobbit dan W.W. Charters berupaya menerapkan manajemen ilmiah ke pembelajaran. (Ini adalah aspek efisiensi sosial pada kontrol sosial yang disebutkan dalam diskusi hubungan-rekonstruksi sosial). Berdasarkan pada kepercayaan bahwa kegiatan sehari-hari harus menjadi tujuan kurikulum, orang-orang ini menerapkan analisis pekerjaan kepada penyusunan kurikulum, pendekatan yang sangat cocok untuk kebiasaan psikologis dan populer pada masa itu. Akibatnya, Bobbitt dan Charters dihargai sebagai pelopor penyusunan kurikulum secara teknis.
            Pada tahun 1924 Sidney L. Pressey memperkenalkan alat pembelajaran pertama, yang dia anggap cukup memberikan efisiensi dalam pembelajaran dikarenakan pelajar mendapat pengetahuan terhadap hasil secara langsung. Namun, mesin ini kurang berhasil, dikarenakan krisis ekonomi pada 1930an (Niemiec & Walberg, 1989)
            Pada akhir 1950an B. F. Skinner memperkenalkan kembali mesin pembelajaran dan pembelajaran terprogram. Pendekatan ini menekankan pada penyajian informasi faktual dalam langkah-langkah kecil, tugas sederhana yang direspon pelajar, dan tanggapan secara langsung. Skinner mempunyai visi bahwa mesin pengajaran, yang termasuk bermacam-macam alat audiovisual, dapat "mendukung ceramah, demonstrasi, dan buku teks. Alat-alat tersebut mempunyai satu fungsi yang sama dengan guru : alat-alat tersebut menyajikan materi secara gamblang dan menarik sehingga pelajar dapat menyerap pelajaran" (Skinner, 1968, hal.29)
            Meski umur penggunaan alat pembelajaran sederhana sangatlah singkat, namun ide tersebut terus diterapkan di Computer Assisted Instruction (CAI) di sistem pada University of Illinois dan pada Bringham Young University (Clandinin & Connelly, 1992; Niemec & Wallberg, 1989). Juga, pada masa 1970an dan 1980an produsen software mikrokomputer memproduksi material instruksi berlatih dan berpraktek untuk banyak subjek di area kurikulum.
            Melihat contoh sekilas dari matematika komputer menunjukkan bagaimana konsep teknologi bekerja. Pada contoh 3.3 murid kelas 2 atau kelas 3 menggunakan program bernama Array. Pada monitor diperlihatkan beberapa baris objek dengan nomor di tiap baris. Anak-anak harus mengetahui jumlah total objek tersebut. Program ini memberikan ketepatan dan dapat melihat hasil pada saat itu juga. Ini adalah ide dasar dari konsep  teknologi, entah itu di layar komputer atau dalam format lain.
            Dalam beberapa tahun terakhir, meski demikian, penggunaan komputer telah berubah sehingga lingkungan pembelajaran komputer, semisal World Institute for Computer Assisted Teaching (WICAT) (Niemiec & Wallberg, 1989) dan sistem komunikasi melalui media komputer (Clandinin & COnnelly, 1992), memfasilitasi interaksi antar guru dan murid. Guru dan murid kebanyakan sering menggunakan sumber dari internet. Penggunaan komputer tak dapat lagi diasosiasikan secara penuh dengan konsepsi teknologi.
            Pada pertengahan tahun 1970 Benjamin Bloom menyatakan bahwa waktu pembelajaran dan kualitas instruksi adalah sesuatu yang dapat dirubah. Dia percaya bahwa mengatur kondisi-kondisi ini untuk kebutuhan secara individual, dapat membuat banyak dari mereka mempelajari apa yang tidak dapat dipelajari oleh yang lain. Pendekatan ini, yang disebut mastery learning, diharapkan menjadi keterampilan yang digunakan secara terus menerus. Dalam penerapannya, pendekatan mastery menggunakan kurikulum sebagai ide teknologi, meskipun kepala sekolah tak perlu menggunakan pendekatan ini (Tanner & Tanner, 1990). Mastery Learning terus digunakan di sekolah-sekolah.
            Tabel 3.2 meringkas kejadian yang ditunjuk di sejarah pendidikan yang berhubungan dengan konsepsi kurikulum. Perhatikan bahwa banyak konsep kurikulum bersaing untuk saling mendapatkan perhatian.
III.           Pertimbangan dalam mengatur konten.
Dikarenakan banyaknya jumlah konten yang tersedia untuk tiap konsep kurikulum, pengembang harus memilih dan mengatur  konten secara hati-hati. Di level sekolah maupun distrik, pengembang kurikulum harus membuat keputusan melalui pertimbangan dalam pengaturan konten yang termasuk lingkup , keberlanjutan, urutan, dan integrasi.
  1. Lingkup
Lingkup merujuk pada jangkauan kurikulum pada waktu yg diberikan - the horizontal organization of content (Goodlad & Su, 1992). Menentukan apa yang dibutuhkan untuk kelulusan sekolah tingkat atas atau apa yg dibutuhkan untuk menyelesaikan kelas 2 adalah pertanyaan lingkup. Haruskah lulusan sekolah atas harus menguasai seni, matematika, dan bahasa inggris untuk masuk ke perguruan tinggi? Haruskah murid kelas 4 harus memiliki kemampuan fisik, dan membaca menulis sebelum memasuki kelas 5?
            Pertanyaan lingkup juga beroperasi di situasi yang tidak terlalu ketat. Penyetujuan tentang dalil mana yang digunakan dalam kelas geometri atau bahan bacaan untuk kelas pertama juga termasuk dalam pertimbangan lingkup.
            Lingkup merujuk pada ide penting dan konsep yang tersedia di kurikulum (Taba, 1962). dalam keadaan apapun tidak boleh seluruh konten dari semua bidang diajarkan semua di sekolah. Seharusnya, beberapa ide besar dan konsep yang mewakili banyak yang lain digunakan sebagai dasar konten kurikulum. Misalnya, salah satu studi sosial menyatakan "orang-orang secara intuitif beradaptasi dengan lingkungannya" murid sekolah dasar biasanya mempelajari ide ini beberapa kali di konteks pendudukan pertama di Amerika Serikat, orang-orang daerah barat menduduki dataran besar, dan orang-orang modern bertahan di tempat bersuhu ekstrim. Ketika pemahaman ini diajarkan sebagai generalisasi, murid mengaplikasikan ini untuk seluruh penduduk dunia, tanpa mempelajari seluruh benua ataupun peradaban lain.
            Aspek kedua lingkup merujuk pada keputusan proses intelektual dan materi afektif yang harus di cantumkan dalam kurikulum (Taba, 1962). Tidak semua proses dapat dikerjakan secara berkesinambungan lebih dari semua hal-hal afektif yang di masukkan. Sikap dan kepekaan pada banyak topik sangatlah penting di situasi sekolah. Misal, dalam perbedaan yang meningkat antar murid, pengembang kurikulum harus memilih tipe pembedaan mana yang harus ditekankan di kurikulum yang bersangkutan. Keputusan lingkup kurikulum adalah salah satu hal terpenting yang harus dibuat pengembang kurikulum.
  1. Keberlanjutan dan urutan
Keberlanjutan dan urutan termasuk di organisir vertikal kurikulum. Keberlanjutan memastikan bahwa pemahaman, tema, dan keterampilan digunakan lebih dari 1 kurikulum sekolah (Goodlad & SU, 1992). Dikarenakan banyak murid yang belum bisa memahami suatu ide dalam satu pengalaman, beberapa interaksi harus disajikan sebelum akhirnya murid bisa paham.
            Misal, murid mulai menulis paragraf hampir dari awal pendidikan mereka dan berlanjut pengalaman ini sepanjang sekolah dasar, secara berkala meningkatkan pemahaman mereka di tahun akhir. Meski sudah mengulang berkali-kali pengalaman ini, beberapa pelajar masih mencapai sekolah menengah namun belum sepenuhnya paham "paragraf". Kurikulum harus direncanakan untuk memberikan bermacam-macam pengalaman yang merujuk pada ide yang sama dalam bentuk yang berbeda supaya cocok untuk pelajar di tingkat kelas yang berbeda.
            Urutan tak hanya merujuk pada pengulangan  konten, tapi juga pada kedalamannya (Goodlad & Su, 1992). Tiap pengalaman yang berhasil dengan konsep keterampilan harus dibangun pada hal yang berkembang, tapi pengalaman baru harus lebih dalam dan lebih luas dari pengalaman sebelumnya (Tyler, 1949). Dalam kasus paragraf, misalnya, murid baru harus diajari bahwa semua kalimat di paragraf mengacu pada satu ide. Kemudian, murid belajar memisahkan ide pokok dengan ide pendukung. Selanjutnya, murid harus belajar tipe penulisan yang berbeda. Menggunakan urutan tersebut menunjukkan bahwa sebuah ide besar di tunjukkan beberapa kali dalam intensitas yang meningkat secara kompleks.
            Konten dapat di urutkan dalam beberapa cara, termasuk menggunakan pendekatan psikologis atau pendekatan logis. Urutan konten psikologis termasuk mengatur konten kurikulum dengan cara melihat bagaimana siswa memproses informasi. Dalam beberapa tahun studi sosial kurikula telah menggunakan urutan familiar-to-unfamiliar dengan awal lingkungan murid dan berkembang ke masyarakat, negara, dan dunia, yang dipercaya bahwa pengaturan tersebut membuat pengajaran lebih mudah untuk anak-anak dan remaja.
            Guru sering menemukan bahwa urutan concrete-pictoral-abstract berguna dalam konsep pembelajaran untuk anak-anak. Sebelum berusaha menghubungkan label dengan konsep, guru menggunakan model atau gambar atau keduanya yang didesain untuk menunjukkan pada anak tentang karakteristik konsep sebagai bantuan untuk pemahaman mereka. Kemudian, setelah murid dapat menghubungkan arti dengan ide, guru membantu murid memberi label atau nama untuk sebuah abstrak, dan ide.
            Urutan yang lain menggunakan pendekatan logis. Pendekatan kronologis, yang menggunakan kalender sebagai focus pengaturan, sering digunakan dalam pelajaran sejarah atau rangkaian kuliah. Belajar dengan urutan part-to-whole menggunakan penempatan elemen dasar sebuah konten ke elemen yang lebih kompleks. Tugas aljabar misalnya mendahului pelajaran aljabar yang lebih sulit, atau geometri informal dapat diperkenalkan sebelum geometri formal. Biasanya, rangkaian pertama dalam bahasa asing berisi ide dasar yang semua orang harus mengetahui untuk melanjutkan studi di bahasa tersebut.
            Belajar dengan urutan whole-to-part adalah kebalikan dari pendekatan sebelumnya dan menawarkan informasi umum ke informasi khusus. Sekolah atas dan pelajar universitas bisa mengambil kelas survey di peradaban barat, apresiasi musik, atau literatur, sebelum melanjutkan ke detail. Menjalankan survey pertama memberikan background untuk melanjutkan studi.
  1. Integrasi
Integrasi kurikulum membawa hubungan dengan konsep, keterampilan, dan nilai yang mewujudkan kurikulum sehingga elemen ini saling mendukung untuk pelajar (Goodlad & Su, 1992). idealnya, harusnya, integritas dibuat di dalam pelajar.
            Dikarenakan pengetahuan meningkat disetiap harinya, lulusan sarjana bekerja dalam bidang yang lebih spesifik. Misal, dulu ada "geografi" sekarang ada "geografi budaya", "geografi fisik", dan "biogeografi". Pemecahan subkategori dalam disiplin ilmu dan tiap bidang membuat hal ini penting untuk kurikula dalam penyediaan pendidikan umum dalam cara yang mengizinkan integrasi dalam diri pelajar.

IV.           Struktur Kurikulum
Struktur kurikulum atau desain didasarkan pada sumber utama dari isi kurikulum yang meliputi kebutuhan masyarakat dan kebudayaan, atau kebutuhan dan minat pembelajaran. Isi kurikulum adalah dasar yang paling populer untuk Struktur kurikulum ( Beau Champ.1983).
Tiga subjeksi pertama yang mendeskripsikan desain kurikulum dengan menggunakan sumber-sumber :
a)      Komentar pada hubungan antara setiap grup desain
b)      Pertimbangan-pertimbangan struktur isi
c)      Manfaat dan kerugian desain oleh guru

A.    Desain Isi Kurikulum
Desain yang menggunakan isi kurikulum sebagai fokus pengorganisasianya. Materi isi kurikulum adalah biaya standar di sekolah, baik guru maupun masyarakat nyaman dengan desain kurikulum tersebut dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut : subjek tunggal, subjek berkorelasi, subjek gabungan, subjek bidang luas, dan subjek menggunakan pendekatan teknis.
1)      Desain subjek tunggal, didasarkan pada salah satu disiplin akademik area isi kurikulum terorganisir. Siswa yang belajar subjek tunggal belajar isi subjek itu dan metodologi yang mendasari subjek itu adalah mengembangkan dan menguasai.
2)      Subjek berkolerasi (juga dikenal dengan pendekatan multi disipliner) adalah sebuah rencana dengan pengalaman belajar dalam dua atau lebih area dihubungkan, tetapi identitas subjek di jaga. Maksud dari studi berkorelasi adalah memberikan siswa pemahaman yang lebih luas jika mereka diberi perlakuan dua atau lebih subjek yang berhubungan. (Goodlad &.Su. 1992).
3)      Subjek gabungan (juga dikenal sebagai pendekatan interdisipliner). Sama dengan subjek berkolerasi kecuali identitas individu mata pelajaran hilang.
4)      Pendekatan bidang luas, mengembangkan pendekatan subjek gabungan dengan menghilangkan domain pengesahan untuk memberikan pandangan terpadu dari isi kurikulum (Goodlad &.Su. 1992).
Dalam menggunakan salah satu dari desain isi kurikulum, isi yang diajarkan harus diseleksi dan diorganisir sebelum pembelajaran. Cangkupanya di definisikan dengann cermat sehingga isinya akan bermakna dan terpadu bagi siswa.
Kerugian utama dari desain isi kurikulum biasanya menyajikan isi diluar kontek dunia siswa, mengabaikan kemampuan mereka, kebutuhan, minat, dan pengalaman masalalu.
  1. Desain Berbasis Budaya Masyarakat
            Kurikulum berdasar kebutuhan masyarakat dan budayanya berasal dari studi kehidupan dalam masyarakat, aktifitas utama dalam kehidupan masyarakat atau masalah-masalah sosial dan ketrampilan dari pada pencapaian isi. Meskipun desain ini bukan untuk sekoalah umum, mereka bisa digunakan pada bagian kurikulum sekolah sebagai studi sosial.
Fungsi sosial dan desain aktifitas meliputi tiga tema organisasional.
1)      Kehidupan sosial atau pendekatan situasi kehidupan yang tetap didasarkan pada keyakinan. Desain kurikukulum harus mengikuti fungsi yang tetap atau situasi kehidupan dalam keberadaan kemanusiaan.
2)      Pendekatan yang mengorganisir kurikulum meliputi aspek masalah masyarakat.
3)      Aksi sosial atau teori rekonstruksi yang mengadakan keterbalikan masyarakat melalui keterlibata langsung sebagai tujuan utama atau bahkan tujuan utama dari kurikulum (saylor, Alexander & Lewis.  1981)
Keuntungan tipe desain ini meliputi integrasi dari isi kurikulum yang berbeda relevansinya pada siswa dan masyarakat. Siswa melihat isinya bermakna dan termotivasi mempelajarinya.
Kerugian, siswa mungkin menerima situasi sosial seperti apa adanya dan tidak berencana memperbaikiny sedangkan guru-guru belum siap mengajar kurikulum dan sumberdayanya belum siap ( Klein 1991 b).
  1. Desain Berbasis Siswa
Pada awal abad 21 kurikulum di orgnisir berdasarkan pada kebutuhan siswa dan minat siswa yang ada di pra sekolah, sekolah swasta, dan program-program eksperimen di sekolah dan akademik. Dalam kurikulum ini siswa membantu memilih dan mengorganisir tujan belajar.
Area subjeknya menjadi alat dengan siswa mencari masalah atau topik dari minat mereka, sedangkan guru menyiapkan ide dan tujuan yang ditentukan sebelumnya baik secara eksplisit maupun implisit, dinyatakan, ditolak dan tujuan dari siswa atau grup siswa digunakan untuk mengarahkan proses belajar (Klein. 1991 p 339)
Keuntungn desain berdasarkan kebutuhan dan minat siswa meliputi gagasan bahwa siswa merasakan belajar yang relevan dan bermakna. Siswa terlibat aktif dalam belajar dan belajar ketrampilan proses yang berguna dalam hidupnya. Sedangkan kekuranganya , siswa tidak belajar pengetahuan umum, warisan budaya maupun memenuhi tujuan sosial pendidikan. Kegiatan belajar tidak di organisir secara baik yang dapat membawa pada pertanyaan serius tentang cangkupan dan urutan kurikulum, akhirnya guru tidak siap mengajar dengan cara ini dan sumber daya kurikulum susah dicapai (Klein 1991) lihat table 3.3.
  1. Desain Lain
Beberapa desain kurikulum tambahan menentang klasifikasi berdasarkan sumber dan isi. Desain tambahan kurikulum itu adalah pendekatan kompetensi, ketrampilan proses, teknologi, sekolah ke kerja dan inti.
a.       Desain pendekatan kompetensi menggunakan tujuan-tujuan tingkah laku spesifik untuk mendefinisikan apa yang siswa pelajari (klen.1991b).
Science A Process Approach, program yang diamati pemerintah federal tahun 1970, adalah contoh pendekatan kompetensi. Meskipun komentar untuk guru, kurikulum untuk siswa SD, mengikuti rencana yang sama dari tujuan spesifik dan aktifitas belajar terstruktur, tidak semua desain proses subyek spesifik.
b.      Teknologi sebagai desain kurikulum menampilkan secara jelas tujuan yang dinyatakan berdasarkan tingkahlaku yang mana siswa diarahkan melalui serangkaian  aktifitas dan biasanya menggunakan subjek materi (isi kurikulum) sebagai sumber isinya.
Gambar 3.3 menunjukan bagian dari problem matematika dasar dimana siswa melengkapi jawaban, kemudian computer membukan jawaban yang benar. Desain ini fokus mengorganisasikan pengetahuan sehingga ini bisa di pelajari siswa.
c.       Program sekolah ke kerja, di bawah berbagai nama menawarkan belajar berdasarkan kerja untuk siswa kelas atas, program ini membantu siswa tentang posibilitas pekerjaan. Isi kurikulum pada tugas nyata di tmpat kerja mencapai ketrampilan yang penting bagi suksesnya karir dan merumuskan tujuan karir.
d.      Kurikulum inti, mengacu pada kurikulum pengalaman yang diorganisasikan secara terpadu dengan bagian ini untuk mengembangkan kompetensi yang dibutuhkan siswa dan divisi kedua yang mengenali perbedaan minat, bakat, dan kemampuan.


V.               Kesimpulan
Lima konsepsi kurikulum meliputi. Satu yang masing-masing berdasar pada isi kurikulum, masyarakat dan budaya, dan siswa ditambah dua konsepsi yang menghilangkan sumber tradisional kurikulum dan mengembangkan proses koknitif , dan kurikulum juga sebagai teknologi.
Konsepsi kurikulum menyatakan tidak langsung tujuan pendidikan dan isi dari satu atau lebih sumber yang diorganisir untukmemungkinkan siswa yang mencapai tujuan itu. Sejarah konsepsi kurikulum menunjukan bahwa beberapa konsepsi tersebut telah menarik perhatian selama bertahun tahun. Isi kurikulum adalah yang paling populer karena fakta dan tradisi bahwa teks atau materi merupakan sumberdaya yang tersedia untuk strukur kurikulum. Sedangkan desain berdasarkan masyarakat dan budaya tidak digunakan sebagai pendekatan utama untuk kurikulum di sekolah tetapi dapat ditemukan ketika siswa belajar masalah sosial. Desain berdasarkan kebutuhan dan minat siswa juga tidak populer karena mengharuskan siswa ditanya apa yang harus mereka pelajari. Desain berdasarkan pada sumber-sumber ini biasanya menggunakan proses pengembangan kurikulum non teknis, pendekatan kompetensi, ketrampilan proses, teknologi, sekolah kekerja dan kurikulum inti dan menawarkan siswa untuk mempelajari kurikulum.
             


Posting Komentar untuk "STRUKTUR KURIKULUM"