Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Rizal dan KAMMI

Ada seorang ikhwah, sebut saja namanya Rudi. Sesungguhnya sebuah keberuntungan bagi Rudi karena dia bisa bergabung dengan orang-orang yang berusaha dan bekerjasama untuk mengagungkan asma ALLAH SWT.

Rudi adalah seorang mahasiswa semester lima. Sejak semester satu ia telah bergabung di KAMMI. Awalnya ia tidak begitu tertarik di KAMMI, maklum latar belakang rudi adalah seorang anak yang pendiam, tidak aktif dalam organisasi.

Latar belakangnya yang tidak aktif itu, ternyata membuatnya tertantang untuk berorganisasi. Dalam buku catatan hariannya ia berkomitmen untuk mencari pengalaman sebanyak-banyaknya selama kuliah.

“Bismillahirrohmanirrohim... dengan mengharap rahmat dan berkah dari ALLAH SWT, dengan ini aku Rudi berkomitmen untuk terus bersmangat, berjuang dan berusaha aktif dalam segala kegiatan. Selamat tinggal rudi yang dulu, kini rudi berbeda dengan yang dulu. Inilah aku... inilah hidupku...”

Kata-kata itu tertulis jelas di buku berukuran 10 X 15 cm itu. Sejak saat itulah, rudi selalu aktif dalam berorganisasi, hingga akhirnya ia bertemu dengan KAMMI.

Sepanjang perjalanannya di KAMMI, banyak hal yang telah ia dapatkan, banyak pengalaman yang menjadikannya semakin dewasa dalam berpikir. Memandang enaknya di KAMMI, pengalaman yang bertambah dan ia semakin yakin bahwa KAMMI adalah organisasi mahasiswa yang membuatnya peduli dengan islam.

Banyak hal yang telah membuat rudi berubah. Dulu, sebelum ikut KAMMI, ia tidak peduli dengan tilawah Al-Qur’annya, Sholat duhanya dan bahkan sholat lima waktunya. Skarang, ia sangat peduli, sholat lima waktunya selalu diusahakan di masjid. Tilawahnyapun semakin lebih baik.

“Dulu aku sangat tidak peduli dengan islam, jangankan mempelajari membaca Al-Qur’an, membaca saja aku masih terbata-bata, tapi alhamdulillah sekarang semakin lancar. Awalnya memang sangat sulit, namun berkat teman2 di KAMMI yang terus mensupportku shingga aku dapat terus bertahan dan akhirnya sedikit demi sedikit aku bisa membaca Al-Qur’an.” Ungkap rudi kepadaku di pojok kelas bagian depan saat jam istirahat.

Memang, aku sebagai temannya merasa kagum dengannya, dulu ia yang begitu brutal, kini berubah layaknya menjadi begitu baik dan sangat peduli dengan islam. Dalam kesempatan itu, ia sempat menyampaikan bagaimana ia bisa semangat untuk terus mempelajari Al-Qur’an.

“Dulu, salahsatu hal yang membuatku terus termotivasi untuk belajar Al-Qur’an adalah, aku tidak ingin dimasa tuaku tidak bisa membaca Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an itu petunjuk bagi sekalian manusia. Memang, ada terbesit dalam diriku rasa malu... namun kalau saja aku tidak memulainya saat itu, pastilah sampai sekarang aku tidak bisa selancar ini membaca Al-Qur’annya.

Akh rizal, hidup kita ini tidak akan lama. Rasulullah mengibaratkan hidup kita ini seperti seorang pengembara yang singgah sebentar berteduh dibawah pohon. Kemudian kita melanjutkan perjalanan kita.

Memang, untuk berubah itu tidak mudah, untuk melangkah itu tidak gampang, tetapi pasti bisa asalkan ada kemauan.” Begitulah rudi menyemangatiku untuk ikut bergabung bersama KAMMI.

Hatiku masih gundah gulana, yang kutahu anak KAMMI itu baik-baik, sangat semangat mempelajari Islam. Terbesit dalam hatiku, “apakah aku mungkin bersama mereka? Padahal dosaku sangatlah banyak, aku tak sehebat mereka. Hm... bagaimana ini Ya ALLAH...”

Kegundahan itu terus membayangiku hingga akhirnya akupun datang menghampiri keponakanku.

“Dik, kamu sudah tahu KAMMI?” tanyaku pada keponakanku, Tria.
“Apa itu kak?” jawab tria dengan penuh penasaran.
“Itu, Oranisasi ekstra kampus.. kepanjangan dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia.” Jelasku.

“Ow, itu KAMMI” jawab tria, lanjutnya “Kalau KAMMI aku dah tahu kak. Kemarin malah sempet mu ikut, tapi... kayaknya aku gak layak ikut bergabung dengan mereka. Mereka berjilbab semua, sedangkan aku.. kak tahu sendiri kan.. apakah mungkin Tria yag seperti ini bisa bersama dengan mereka? Nggak banget deh kak.”.

“aku juga itu dik, tapi sebenarnya aku pingin banget ikut, pasalnya temenku yang namanya rizal itu dulu kelakuannya gk karuan, eh setelah ikut KAMMI, kelakuannya jadi TOP Bgt. Dia jadi rajin sholat, rajin ngaji, bahkan dirumahnya ia mendirikan TPA, padahal dulu itu ia bacaan Al-Qur’annya jauh banget, ama dek tria aja bagusan punya dik tria.” Terang ku.

“iya kak, tapi apa pantas, aku tuh masih seperti ini, kakak tahu sendirikan?” tria berusaha meyakinkanku. Sejak saat itu, aku sependapat dengan tria, hingga akhirnya suatu ketika pemikirankupun berubah.

Kala itu dalam perjalanan pulang dari kampus, hujan sangat lebat. Akupun mencari tempat berteduh, alhamdulillah kutemukan sebuah masjid. Jam menunjukkan pukul 12.30. langit menghitap sangat pekat tertutup mendung. Etirpun sesekali menggelegar.

Tiba-tiba, dari kejauhan tampak seorang kakek dengan membawa payung. Ia berjalan dengan sangat pelan sekali. Ternyata sang kakek menuju masjid. Sesampainya di masjid, ia menyapaku “Assalamualaikum nak”. “wa’alaikumsalam warohmatullohi wabarokatuh” sahutku. Kakek itupun menjulurkan tangannya menjabat tanganku dan berkata “Siapa namamu nak?”. “Saya rizal kek. Kakek siapa?”. “Nama kakek sukir, biasa dipanggil mbah sukir” jelas sang kakek.”.

Kakek itupun menyarankan aku untuk mengambil air wudhu dan beliau segera masuk mengumandangkan adzan dzuhur. Dengan suara mendayu-dayu penuh perjuangan sang kakek mengumandangkan adzan. “Kasihan si kakek, sudah tua, suaranya... hm...” bisik dalam hatiku penuh iba.

Dalam adzannya, kakek itu tidak mengucap “hayyalashola”. “apa mungkin lupa? Atau emang dasar kakek pelupa” besit dalam hatiku. Kemudian dengan penuh penasaran dan bertanya2 akupun secepatnya menanyakan kepada sang kakek, barangkali kakek lupa.

Dengan bijak sangkakek menjelaskan bahwa ternyata ia meang menghilangkan kata “hayyalashola” karena kondisinya sedang hujan. Akuun bertanya “memang kenapa kek kalau hujan?”.

“Duu ketika zaman Rasulullah SAW, saat hujan sangat lebat, kita ummat muslim diberikan ruqsoh”

“apa itu ruqsos kek?” tanyaku. “Ruqsoh itu keringanan. Nah, dulu Rasulullah SAW memberikan keringanan bagi ummat islam untuk mengerjakan sholat dirumahnya” jelas sang kakek.

“subhanallah...” hatiku bergetar kencang. Ternyata banyak hal yang belum aku ketahui. Akupun berterimakasih banyak kepada sang kakek. Kemudian kakek itu sholat rowatib. Beliau pun memintaku untuk mengumandangkan ikhomat.

Sebelum sholat dimulai, kakek memandangku dan iapun memerintahkan aku untuk berdiri disampingnya. Awalnya aku agak keberatan, teapi akhirnya akupun mau.

Selesai sholat, setelah sholat rowatib sang kakek menghela nafas panjang dan menatapku keudian sang kakekpun tersenyum. Giginya yang tinggal sedikit menjadikan senyum sang kakek agak aneh. Akupun membalasnya dengan senyuman.

Hujan ternyata masih lebat dan kami pun melanjutkan berbincang. Sangkakek menjelaskan perihal susunan shof sholat yang benar. Ini semakin menjadikanku terlihat sangat bodoh. Ternyata banyak hal yang belum aku ketahui.

Akupun penasaran dengan usia kakk. “kakek umurnya berapa?”. Sambil tersenyum kakek menjawab “Hm... Umur kakek sudah sangat tua, umur kakek 65 Tahun. Tapi nak, kakek tobat baru lima tahun yang lalu. Saat kakek terjatuh dari sepeda ketika hujan lebat, kemudian ada seorang pemuda seusiamu menolong kakek. Pemuda tulah yang dengan tulus merawat kakek bahkan ketika kakek dirumah sakit. Dialah yang membuat kakek sadar bahwa dunia ini hanyalah tempat singgah yang sementara.” Dengan terharu dan berkaca2 kakek melanjutkan ceritanya.

“nak, hati kakek terharu dan menyesal, seandainya kakek memiliki anak seperti pemuda itu, pastilah kakek akan sangat bahagia. Jikalau sejak dulu kakek tobat, pastilah akan lebih baik untuk kakek. Dulu kakek begitu egois, bahkan menentang imam masjid ini, dan kini Ust Marjuki, imam masjid ini telah meninggal dunia. Kakek sangat merasa bersalam..” kekek bercerita dengan penuh haru.

Hujanpun muai agak reda. Perbincangan itu telah membuatku semakin gundah. Akupun bertanya kepada sang kakek “kek, jika ada dua rumah, yang satu rumahnya bagus dan yang satunya jelek, kakek memilih yang mana?”. “kakek akan memilih yang disana ada kebaikanny. Tidak penting bagi kakek rumah bagus atau jelek yang penting dimana ada kebaikan maka itulah yang akan kakek pilih. Jika dirumah yang jelek itu ada kebaikan maka kekek akan memilihnya, meskipun kakek harus terkena air hujan dan sinar matahari karena atapnya banyak yang berlubang. Begitu juga jika di rumah yang bagus itu ada kebaikan maka kekek akan memilihnya, meskipun kakek harus menyesuaikan untuk menjadi berpenampilan layaknya orang yang mmiliki rumah yang bagus meskipun orang-orang akan mencaci. Nak, ingat pesan kakek, jangan malu berbut kebaikan, tetapi malulah jika kamu tidak bisa berbuat baik. Hidup ini hanya sekali, berusahalah untuk mengisi hidupmu dengan kebaikan dan jangan pernah engkau menghabiskan hidupmu dalam kesiaan, mengisi hidup itu berbeda dengan menghabiskan hidup. Dan Jangan pernah menganggap diri kita cukup dengan ilmu karena buah yang masak itu tinggal menunggu busuknya, sedangkan ilmu ALLAH SWT itu sangatlah luas, maka carilah ilmu selagi kau mampu ”.

Hujanpun telah reda dan akupun melanjutkan perjalanan. Sang kakek telah menginspirasi hidupku. Subhanallah. akan aku ingat terus pesan sang kakek yang luarbiasa ini. namun hatiku tetap terus trpikirkan tawaran rudi untuk ikut KAMMI, dan akupun belum memutuskannya. “kalaupun disana ada kebaikan maka tak apalah aku ikut KAMMI, namun jika disana tidak ada kebaikan... Mohon maaf”

Posting Komentar untuk "Rizal dan KAMMI"