Sudah siapkah kuncupnya mekar menjadi bunga?
Seperti bunga yang mau mekar,
sebelum mekar pastilah ia menguncup terlebih dahulu. Ada rasa ingin tahu dan
ada rasa tak sabar untuk segera memetik bunga itu. Padahal waktu yang tepat
belumlah tiba. Inikah takdir? Atau ini adalah sebuah pilihan? Seringkali
keduanya antara takdir dan pilihan adalah sejalan, namun adakalanya keduanya
bersebrangan.
“Allah Swt memberikan apa yang
kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan”.
Ada ungkapan “Allah Swt
memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan”. Seolah
ungkapan ini memberikan gambaran bahwa segala yang kita inginkan akan tidak ada
gunanya, karena Allah Swt hanya memberi apa yang kita butuhkan. Namun dalam
pengertian lain dapat dilanjutkan bahwa seringkali apa yang kita butuhkan
adalah apa yang kita inginkan. sehingga hasilnya apa yang kita inginkan itu
menjadi apa yang allah anggap kita butuhkan.
Seseorang yang pemarah akan banyak
diuji dengan lingkungan yang barangkali membuatnya cepat naik darah. Namaun
itulah cara agar si pemarah tidak mudah marah dan segera menyadari sifat
pemarahnya. Seorang manusia yang mudah jatuh cinta, bisajadi dia dihadapkan
dengan lingkungan yang membuatnya mudah jatuh cinta. Namun sekali lagi, itulah
cara agar kita semakin kuat dan tidak mudah jatuh cinta, apalagi buta mata
hingga lupa tujuan yang utama.
Berbicara takdir memang tidak ada
habisnya. Apalagi berbicara kehidupan nyata. Saya pribadi hanya bisa tercengang
dan terkagum-kagum, meski terkadang juga bertanya-tanya, “kok bisa” atas apa
yang terjadi terhadap diri saya dan mungkin pada diri pembaca sekalian. Kok
bisa kemudian saya bertemu dengan orang-orang yang sekarang berada di sekitar
saya? Bagaimana allah swt mempertemukannya? Dan bukan hanya saya, termasuk anda
semua. Yang mengatur adalah Allah Swt. Pokoknya “masyaallah..” Kalau berpikir
tentang penciptaan manusia ini dengan segala system yang ada padanya. Allah
sungguh dahsyat skenarionya, mampu mempertemukan antara yang satu dengan yang
lain. allahuakbar...
Masih terkait dengan takdir, Tak
terkecuali soal jodoh. Saya yakin semua orang ingin menikah. Bisajadi ada
harapan dalam diri seseorang untuk menikah dengan si “A”, kebetulan si “A”
ternyata juga ada rasa. Akhirnya terjadilah proses itu dan menikahlah berdua.
Ada juga yang si “A” menyukai si “B”, ternyata si “B” menyukai si “C”, si “C”
menyukai si “D” dan seterusnya. Yakinlah pilihan yang tepat adalah pilihan yang
kita yakini dan ada sreg di dalamnya, tanpa ada paksaan dan intervensi dari
pihak manapun. Namun ada juga yang menikah karena intervensi dan hasilnya
ternyata juga sukses karena setelah menikah mereka saling memahami dan menerima
paksaan itu. Kok seolah jadi gak penting gitu ya masalah siapa jodoh kita, he
he he. Lanjut dulu gan.
Beberapa hari yang lalu saya
silaturahim kerumah teman. Disana dia memutar film. Saya lupa judulnya apa. Ada
satu hal yang menarik dari film itu. Seorang ibu berkata kepada anaknya
“mencari rumah itu seperti mencari istri, gampang-gampang susah”. Dalam film
itu dikisahkan sebuah keluarga yang ingin pindah kontrakan dan mereka sedang
mencari-cari rumah yang tepat. Sudah jalan kesana kemari dan ternyata belum
dapat-dapat sesuai selera keluarga itu.
“mencari rumah itu seperti mencari
istri, jika sudah ada “sreg” (kemauan dan kecocokan) maka segera ambil saja!!”.
Akhirnya dirumah terakhir yang
mereka kunjungi, bertemulah mereka dengan apa yang mereka inginkan. Kemudian
ibu dari keluarga itu berkata kepada anaknya “mencari rumah itu seperti
mencari istri, jika sudah ada “sreg” (kemauan dan kecocokan) maka segera ambil
saja!!”. Akhirnya dirumah ketiga itulah mereka tinggal.
Nah, menarik sekali. Menikah sama
dengan memilih rumah. Mungkin maksud dari sutradara adalah memberikan kesan
implisit bahwa menikah itu seperti memilih rumah. Ada proses menimbang-nimbang,
menghitung-hitung dan akhirnya menentukan, jadi atau tidak. Dalam proses
pernikahan juga seperti itu kan?
Layaknya sebuah rumah, jika rumah
yang kita beli itu bagus maka biaya perawatannya pun mahal dan tuan rumahnya
pun pasti bukan orang yang biasa. Mungkin ini bisa diibaratkan seseorang yang
meminang orang kaya. Pastilah ia juga dari keluarga yang tidak jauh berbeda.
Begitu juga dengan rumah yang sederhana. Pastilah pembelinya adalah keluarga
sederhana. Biaya perawatannya pun juga tak semahal yang rumah mewah. Akhirnya
bagi orang kaya pasti ia memilih yang menurut ia terjangkau dengan
penghasilannya dan bagi orang yang belum kaya maka ia akan memilih yang
sederhana tapi nyaman. Iya kan? ada proses itung meng hitung.
Lalu pertanyaannya adalah apakah
rumah yang akan dibeli seseorang itu sudah siap untuk dihuni? Ataukah masih
banyak yang perlu diperbaiki? Apakah ada yang masih perlu direhab? Lalu
bagaimana pula jika rumah yang belum sempurna itu ingin dijual? Menurut saya tergantung
dari pemiliknya. Jika pemiliknya ingin menjual, mengapa tidak rumah itu dijual?
Jika memang belum ingin dijual ya diperbaiki dulu kemudian dijual. Terus apa
yang terjadi jika rumah yang setengah jadi itu ditawar seseorang untuk dibeli?
Menurut saya tergantung dari pemiliknya. Jika pemilik merasa puas dengan
harganya, mengapa tidak kemudian rumah itu dijual? Ini semua hanya ilustrasi
dan silahkan diartikan sendiri. Yang jelas tidak ada kesalahan dalam setiap
keputusan, namun harus ingat bahwa setiap keputusan selalu menawarkan
konsekuensi yang harus dipertanggungjawabkan. Terakhir, jika diibaratkan bunga,
sudah siapkah kuncupnya mekar menjadi bunga? Jika belum siap maka bersabarlah
untuk para kumbang dan tetaplah perbaiki diri untuk bunga yang belum siap
mekar. Ck ck ck.
Surakarta, 4//2014
Posting Komentar untuk "Sudah siapkah kuncupnya mekar menjadi bunga?"
Terimakasih...