Yang benar-benar siap dan yang belum siap
Yang benar-benar siap dan yang
belum siap
(artikel lama, nemu di arsip LAPTOP)
Saya lagi
senang membahas tentang pernikahan. Maklum karena masa-masa seperti saya memang
masa yang sudah waktunya untuk membahas tentang pernikahan. Malah udah banyak
juga yang seusia saya sudah menikah. Bukan membahas lagi, tapi udah
“benar-benar” melaksanakan sunnah Rasulullah yang satu ini, yaitu melangsungkan
pernikahan.
Saya
menulis artikel ini sebenarnya sekaligus untuk mengetes sejauh mana kesiapan
saya. Apakah saya benar-benar siap untuk menikah atau apakah saya belum siap
menikah? Memang secara lahiriyah atau fisik, saya sudah layak menikah. Karena
saya sudah baligh. Itu artinya secara biologis pun saya sudah boleh untuk
menikah.
Namun, jika
kita menengok ulang hukum pernikahan, ada yang mensunnahkan, mewajibkan,
memubahkan dan bahkan mengharamkan. Anda termasuk yang mana? Jawab sendiri aja
ya. Saya rasa anda lebih paham dan sudah paham tentang hukum-hukum pernikahan
dari pada saya.
Di sini
saya akan memaparkan kesiapan dalam mengarungi pernikahan versi saya sendiri.
Artinya bisa jadi ini tidak 100% benar.
Yang benar-benar siap :
1. Memiliki
semangat untuk bersegera menikah, bukan dengan si A, si B atau Si C, tapi
dengan Si... yang ...
si fulanah yang pandai membaca Al-Qur’an kalau
bisa yang hafidzah.
Si Fulanah yang aktif berdakwah, minimal
memiliki satu halaqah binaan.
Si
fulanah yang belum pernah menikah.
Si
Fulanah yang tangguh, tidak melankolis.
Dan
kriteria-kriteria lainnya...
2. Bersemangat
menjemputnya lewat JALAN Alloh SWT, bukan lewat yang lain. Ini seringkali dilalaikan,
bahwa sesungguhnya ketika kita memilih pasangan, bukan kita yang memilih,
melainkan Alloh yang memilihkan, syaratnya kita kudu minta ke Alloh. Apapun
kembalkan ke Alloh. Dengan begitu, ketika ada jodoh yang sesuai kriteria, kita akan
curhat dulu ke Alloh, habis itu kita putuskan. Jika kita mantab, lanjut dan
jika kita belum mantab, kudu banyak isighfar dan mendekat kepada Alloh.
Sayangnya,
yang sering terjadi, seseorang lebih sibuk memilik, si A. Si B. Si C. Karena
dia lebih mengenalnya dan karena dia lebih banyak tahu tentangnya. Ini tidak
salah, hanya saja menurut saya kurang tepat. Mengapa? Justru ini yang akan
merusak niat kita. Kita menikah karena dia “teman kita” atau mungkin karena dia
“menurut anda paling baik” atau karena “dia udah banyak nolongin anda” atau
“karena dia sering telfon anda” atau karena alasan yang lain. Intinya,
pendekatan anda kepasa seorang lawan jenis yang anda lakukan tanpa perantara,
itu sangat mengkhawatirkan dan jika ada resiko, andalah yang harus menanggungnya
sendiri. Saya sampaikan bahwa “Ta’aruf” itu pEnting,
namun anda harus lakukan secara syar’i, jangan asal-asalan.
10 Januari 2013
Posting Komentar untuk "Yang benar-benar siap dan yang belum siap"
Terimakasih...