Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mencintai dan patah hati



Seseorang mungkin saja jatuh hati, ada rasa suka, dan tertarik kepada orang lain, yaitu lawan jenisnya. Ini wajar dan manusiawi, justru jika tidak demikian akan aneh dan tidak wajar. Namun, bagaimana kita harus mengekspresikan cinta kita? Rasa suka kita? Ketertarikan kita? Itulah masalahnya. Mari kita diskusikan sebentar.

Ketika saya masih SMK dulu, saya berikir bahwa cinta, suka dan ketertarikan haruslah segera diungkapkan. Sehingga membuat saya bimbang, kemudian mencari seribu alas an untuk segera diungkapkan. Akhirnya timbullah yang namanya pacaran. Lalu setelah menjadi mahasiswa, paradigm saya berbeda dan ternyata apa yang saya lakukan di SMK adalah salah. Seharusnya setiap kali ada timbul rasa suka, kita segera menetralisir diri dan kembalikan lagi kepada Allah Swt, jangan tergesa-gesa.

Ekspresi cinta dengan pacaran ternyata bukan solusi. Sudah jelas dan terbukti. Yang pacaran kalok putus patah hati, lebih parahnya lagi sudah putus tapi hati masih mencintai. Lha ini namanya nggak putus-putus. Parah kan? Selain itu, pacaran kebanyakan mengumbar hawa nafsu, inginnya senag-senang saja dan satu lagi biasanya kita menampakkan yang baik-baik dari diri kita dan menutupi yang buruk-buruk. Nah lho…

Dari paragraph di atas, saya tegaskan kembali bahwa mencintai yang diekspresikan dengan pacaran itu tidak baik. Lalu yang baik apa? Bagaimana? Berikut penjabarannya.

Mari kita ingat-ingat kembali siroh Rasulullah Saw sebelum masa kenabian dan setelah diangkat menjadi rasul. Sebelum diangkat menjadi Rasul, seorang janda yang juga saudagar kaya raya merasa ada ketertarikan kepada Rasulullah Muhammad Saw. Bahasa kita sekarang “jatuh cinta”. Janda itu bernama Khotidjah. Kemudian khotidjah meminta pembantunya untuk menanyakan kepada paman Rasulullah SAW, apakah Muhammad Saw juga memiliki rasa yang sama. Akhirnya prosespun berlangsung.

Beberapa waktu kemudian, dijawablah bahwa Muhammad juga memiliki ketertarikan dan akhirnya mereka pun menikah. Kata kunci untuk kisah pertama ini adalah 1)khotijah tertarik, suka dan jatuh hati kepada Rasulullah Saw, 2)khotidjah mengekspresikan cintanya dengan menyuruh pembantunya untuk menanyakan “apakah Muhammad juga demikian?” dan 3)akhirnya menikah dan bahagia. Alurnya >Suka, tertarik, jatuh cinta >Ekpresikan dan sampaikan dengan cara yang benar >terus menikah.

Kisah pertama mengisyaratkan bahwa kita boleh mencintai siapa saja, namun ekspresinya harus tepat. Lalu bagaimana zaman sekarang? Zaman sekarang pun sama. Kita mungkin tertarik kepada seseorang, bahkan sampai terbawa mimpi, makan tak enak, tidur tak nyenyak, kemana-mana selalu ingat dia, mendengar namanya hati berdebar, dan efek-efek lainnya. Lalu apa yang harus kita lakukan? Ini dia penjelasan singkatnya.

Pertama, bagi anda yang belum punya rencana untuk menikah. Saya sarankan banyak-banyak beristighfar dan perbaiki diri. Jangan sampai anda ungkapkan rasa cinta dan ketertarikan anda. Ini akan bahaya, karena bisa jadi anda tertarik bukan karena Allah Swt, namun karena hawa nafsu anda. Solusi terbaiknya adalah kerenkan diri terus memohon ketenangan kepada Allah Swt dan juga senantiasa meluruskan niat dalam berbuat.

Saat itu anda tertarik kepadanya, mungkin karena anda bertemu setiap hari “waiting trisno soko kulino” “ala cinta karena terbiasa” dan anda merasa dialah yang paling sempurna dan biasanya setan memang membisikkan hal demikian agar kita terjerumus kedalam kemaksiatan. Jadi? Jika mencintai maka harus hati-hati dan jaga hati hanya tuk raih ridho illahi Allah Rabbul Izzati.

Kedua, bagi anda yang sudah mengagendakan menikah. Saya sarankan anda untuk banyak-banyak beristighfar dan kemudian melakukan istikhoroh. Jika anda sudah benar-benar mantab, segeralah meminta kepada orang yang anda percaya (bisa Orangtua anda, Paman, Guru Ngaji dll) untuk menanyakan kepada orang yang kita ada ketertarikan, “apakah dia memiliki rasa yang sama?”. Memang di sini harus ada dua orang sebagai perantara yang memang orang itu benar-benar dapat dipercaya sehingga kalaupun jadi (yang dicintai juga ada kecenderungan kemudian menikah) maka akan aman, tetapi jika tidak jadi (tidak sampai pernikahan), keduanya masih aman dan rahasia dapat terjaga. Proses inilah yang dinamakan proses pernikahan melalui proposal/biodata/ta’aruf.

Beberapa minggu yang lalu saya sempat berpikir dan merenungkan satu pertanyaan yang menurut saya logikanya bagus sekali, “menikah lewat proposal itu kan seperti membeli kucing dalam karung?”. Jawaban awal saya ketika ditanya seperti itu “menikah lewat proposal itu bukan seperti membeli kucing dalam karung, tetapi membeli karung, eh bonusnya kucing, he he he”. Kemudian saya renungkan kembali, sepertinya logikanya memang benar. Dan saya pun menemukan jawabannya. Ini dia penjelasan singkatnya.

Dalam proses pernikahan melalui proposal atau biodata ada dua jalur yang bisa kita tempuh, pertama kita percayakan jodoh kita kepada orang yang kita percaya, misalnya bapak kita. Kita percaya dan yakin bahwa bapak kita memberikan jodoh terbaik untuk kita. Wah, agak susah juga ngejelasinnya. Intinya, menikahkan itu kan tanggungjawab orang tua, jadi mencarikan jodoh juga tanggungjawabnya. Gini aja, langsung aplikatif.

Sebut saja Rudi, dia ingin menikah, dia nomong ke bapaknya “Pak, saya ingin menikah”. Bapak balik bertanya “dengan siapa?”. Rudi menjawab “dengan siapa saja yang penting baik”. Bapak pun berpikir dan mencari, siapa kira-kira yang cocok dengan rudi. Alhamdulillah bapak menemukan seseorang, sebut saja Siti. Kemudian bapak menyampaikan kepada Rudi, “Rudi anakku, Bapak melihat sepertinya siti itu anaknya baik, keluarganya juga baik. Bagaimana kalok kamu saya jodohkan dengan dia?”. rudi menjawab “Siti yang mana Bapak?”. Bapak pun memberikan penjelasan panjang lebar. Wal hasil, Rudi tertarik, akhirnya bapaknyapun melalui seseorang atau mungkin melalui bapak rudi sendiri bertanya kepada orang tua si Siti. Sebut saja orang tua Siti namanya Ahmad. “Pak ahmad, anak anda Si Siti itu saya lihat sepertinya sudah siap untuk menikah” Bapak si Rudi berbincang. “wah, kalau itu sepertinya belum pak. Tapi beberapa hari yang lalu dia sempat bilang kepada ibunya, untuk dicarikan jodoh. Memangnya ada apa ya Pak?”. Akhirnya mereka berdua sepakat untuk menjodohkan keduanya. Proses selanjutnya, pak Ahmad bertanya kepada si Siti, “nak, bagaimana seandainya kamu Bapak jodohkan dengan Rudi?”. Si Siti pun penasaran kemudian dijelaskan panjang lebar siapa Rudi sebenarnya dan akhirnya si Siti pun ingin mencoba menggali sejauh mana si Rudi.

Selanjutnya, siti pun mencari info melalui Bapaknya dan Rudi pun demikian. Akhirnya si Rudi bersama Bapaknya berkunjung ke rumah Pak Ahmad agar anaknya saling kenal. Di sana mereka saling bertanya satu dengan yang lain di damping oleh ayah mereka. Wal hasil, mereka setuju. Kemudian di khitbah ditentukan hari pernikahan dan kemudian mereka pun menikah.

Jalur kedua, ini bagi yang memiliki kecenderungan. Bagi yang memiliki kecenderungan, maka langsung saja disampaikan siapa yang dicenderungi kepada orang yang kita percaya. Contoh kongkritnya, ketika Rasulullah Saw memilih Aisyah sebagai Istri Beliau. Rasulullah langsung menanyakan kepada wali Aisyah yaitu Abu Bakar. Dan ternyata walinya pun mengizinkan dan terjadilah pernikahan.

Jadi, tidak menutup kemungkinan melalui jalur proposal/biodata ini kita mencintai dan memilih orang yang dekat dengan diri kita. Karena sebenarnya urgensi dari pernikahan ini bukan dengan siapanya, namun lebih pada prosesnya. Bahkan dengan siapa saja boleh, asalkan prosesnya syar’i. sekarang pun boleh anda menunjuk seorang akhwat yang mungkin anda ada kecenderungan, namun prosesnya harus syar’i. maksudnya syar’I ya melalui wali atau orang yang dapat dipercaya, sehingga kalaupun anda ditolak maka rahasia dijamin aman dan anda tidak terlalu patah hati. Kalaupun anda diterima maka sebenarnya prose itu telah dan semakin memperjelas keinginan anda, maksudnya memantabkan. Menjadikan anda semakin mantab dengannya dan memperjelas apa yang belum jelas darinya.

Jadi salah kalau menganggap bahwa menikah melalui proposal itu seperti membeli kucing dalam karung yang seolah-olah kita tiba-tiba dipertemukan dengan orang yang belum kita kenal. Ini persepsi yang keliru. Jutru dari proses iniah kita akan benar-benar tahusiapa calon kita. Dan satu lagi, proses ini memperkecil patah hati. Oke?

Mencintai dan patah hati, mungkin kita pernah mencintai yang kemudian patah hati karena cinta kita tidak kita ungkapkan. Mungkin kita mencintai yang kemudian patah hati karena terlanjur kita ungkapkan. Keduanya bisa di siasati dengan yang syar’I yaitu mengungkapkan cinta melalui proposal atau biodata, dijamin mencintai dan kalau nggak jadi nggak bikin nyesek di hati.

Oke, demikian sedikit pencerahan hari ini, selamat menempuh hidup baru, selamat berjuang dan tetap jaga diri, jaga kondisi dan jaga hati agar tetap satu tujuan yaitu ridho illahi.

Ponorogo, 14 Mei 2013

Posting Komentar untuk "Mencintai dan patah hati"